Page 90 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 90

Aku   mendengar      suaraku   dipanggil-panggil.  Aku
             membuka  mata, kulihat dokter Gigih mengatakan,”Bu
             harini...Operasi sudah selesai”. Aku dibawa  ke ruang ICU.
             Tidak lama kemudian, muncul kedua kakak dan adikku. Aku
             masih agak mual dan pusing karena pengaruh obat bius, tapi
             aku sudah bisa diajak berkomunikasi. Sebentar kemudian aku
             dibawa kembali ke bangsal.
                  Hari itu hari Kamis, aku masih agak lemas. Nafsu
             makanku  belum pulih. Waktu kunjungan  dokter, aku
             menyampaikan keluhanku. “Ibu harus makan yang banyak
             buat kekuatan. Nasinya besuk  pagi biar  dibuatkan agak
             lunak.” Aku mengiyakannya. Kedutan di  mataku mulai
             berangsur  hilang. Jum’at pagi saatnya sarapan tiba. Aku
             berusaha memasukkan nasi kedalam mulutku. Kali ini sudah
             lumayan kuat. Tiba-tiba hpku berbunyi. Terdengar  suara
             anakku dari seberang setelah mengucap salam.”Ibu... Bapak
             mana?” Tanya anakku.

                 “Lha kenapa kok nyari bapak?”  Bukannya  menanyakan
             keadaan ibu, aku bergumam dalam hati. Tampaknya anakku
             bisa merasakan apa yang sedang kupikirkan.
                 “Ibu sudah sembuh belum? Kapan pulangnya? Aku mau
             tanya bapak, besuk pagi sudah puasa?” Tanya anak sulungku
             dengan suara khasnya. Aku  bagai tersadar dari lamunan
             panjang. Ya Allah, besuk pagi tanggal 1 Ramadhan.. Biasanya
             kami  sahur bersama di rumah.  Aku  langsung bersemangat
             dan menjawab ”Iya besuk puasa..Do’akan ibu dan bapak
             akan segera pulang  ke  Solo.” Telepon ditutup  anakku. Aku
             tertegun sejenak. Kurasakan badanku yang tiba-tiba
             mendapat  kekuatan.  Kuraih mangkok yang ada di meja.



             84 | Harini
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95