Page 38 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 38
Selain itu, ibuku juga beranggapan yang bagiku sungguh
sangat tidak masuk akal. PNS itu selalu berangkat pagi‐pagi
sudah mandi, rapi, anak‐anak juga rapi, siap berangkat kerja
sama suami. Lha kalau berdagang, kalau sakit tidak dapat
untung, uang berkurang untuk berobat, tidak ada jaminan
kesehatan. Apalagi berdagang di rumah itu tidak punya jam
kerja pasti. Pagi‐pagi masih pake daster, anak‐anak belum
dimandikan, masih ingusan…dan lain‐lain. Itulah paradigma
generasi bapak dan ibuku, walau hidup susah payah masih
saja bersyukur.
Sampai suatu hari aku dikejutkan oleh secarik kertas yang
terselip di bawah pintu rukoku, walaupun tokoku kecil, aku
menyebutnya ruko karena aku juga tinggal di toko itu. Kertas
itu berisi tentang syarat‐syarat mendaftar PNS. Awalnya aku
bilang ke suami, sudahlah diabaikan saja pesan itu. Suamiku
awalnya setuju. Aku dan suami memang sudah tidak berniat
menjadi PNS. Kami memutuskan untuk menekuni dunia
bisnis. Pesan itupun akhirnya kami abaikan. Hari berselang
minggu, setelah pulang dari pengajian Ahad pagi lanjut jalan
santai aku dan suami terkejut karena ayah mertua sudah
menunggu di depan toko sambil membaca majalah yang kami
taruh di tembok luar toko. Langsung beliau kami persilakan
masuk, kami buatkan teh dan camilan dan kamipun
berbincang‐bincang.
Kami selalu berusaha untuk memberikan pelayanan
kepada orang tua kami berdua, untuk menunjukkan kepada
mereka bahwa kami bahagia sejahtera. Kami awalnya tidak
tahu persis tujuan kedatangan bapak mertua ke rumah. Kami
mengira hanya karena kangen sama cucu‐cucunya. Cucu‐cucu
30 | Danarti