Page 51 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 51
bekerja, itu menakjubkan sekali. Di lingkungan rumahku saja
banyak anak usia sekolah tidak mau ke sekolah walaupun
orang tuanya mampu, lha ini ada anak mau kerja dengan
imbalan sekolah. Aku langsung mengiyakan untuk menerima
mereka. Ternyata bukan hanya seorang, tapi dua orang kakak
beradik. Sang kakak sudah berhenti sekolah setahun yang
lalu. Bagai pucuk dicinta ulam tiba. Kedua anak itu aku
masukkan di sekolah yang berbeda, yang kecil sekolah pagi,
yang besar sekolah sore. Kala itu di kotaku masih ada sekolah
sore, muridnya adalah anak‐anak yang paginya bekerja. Itulah
solusi yang dikirim Allah untuk keluarga kecil kami. Mereka
menjaga si kecil bergantian pagi dan siang.
Allah sudah mengatur segalanya. Anakku bukanlah anak
yang mudah ikut orang. Di rumah ibukupun, anakku hanya
mau bermain dengan bapakku, tidak dengan pakde dan
budenya. Kedatangan dua anak kakak beradik itu ternyata
disambut anakku dengan suka cita. Itu adalah karunia Allah
yang tak ternilai harganya. Lengkaplah sudah rumah tokoku
berubah menjadi keluarga besar dengan tiga anak. Anak
kesatu, anak kedua, dan si kecil. Sejak saat itulah kegiatanku
mulai normal. Aku berangkat pagi, anak‐anak menyiapkan
sarapan seadanya. Anak‐anak berasal dari keluarga yang
sangat sederhana, jadi makan dengan lauk sederhana pun
mereka tidak kaget. Aku tidak takut anak‐anak akan
kekurangan baik sandang maupun pangan, karena aku yakin
anak‐anak pasti membawa rezekinya sendiri.
Warung kecilku masih aku buka, anak‐anak bersedia
menungguinya. Mereka bisa sambil belajar atau membaca
cerita bersama si kecil. Dari sisa‐sia barang dagangan yang
Menjadi Guru Sejahtera Tanpa Utang (Bukan Mimpi) | 43