Page 54 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 54
tanpa aku sadari, aku menyentuh cicin yang aku pakai. Cincin
pemberian ibuku saat aku menikah dulu. Cincin itu lumayan
mahal. Ibu mertuaku selalu membeli perhiasan di toko
langganannya dengan persentase kadar emasnya tinggi,
walau bukan 24 karat. Tanpa pikir panjang, aku ambil
motorku, aku langsung menuju toko emas tempat cincin itu
dulu ibu beli. Aku bertekad bulat menjual cincin pemberian
ibu, aku berjanji suatu hari nanti, kalau aku sudah dapat
rezeki lagi, aku akan membelinya lagi.
Ditengah jalan menuju toko susu, hatiku mulai gamang,
bagaimana nanti kalau ibuku bertanya di mana cincin itu,
akan aku jawab dengan aku jual? Aku tentunya tidak ingin
membuat hati ibuku sedih. Tanpa pikir panjang lagi aku balik
ke deretan toko emas di sepanjang jalan tengah kota. Aku
mencari harga emas yang murah, yang menjual cincin dengan
gram yang sesuai cincin pemberian ibu. Akhirnya dapatlah
cincin itu, aku berharap ibu tidak tahu kalau cincin itu cincin
murah. Setiap kata adalah doa, doa yang selalu aku panjatkan
kepada Sang Pemberi Rizki, semoga aku diberikan jalan
kemudahan merawat keluargaku.
Setelah sampai di rumah, sisa uang penjualan cincin aku
hitung lagi, aku berharap uang itu masih bisa aku belikan susu
untuk anakku. Anakku hanya mau satu produk susu yang
menurutku lumayan mahal saat itu. Sudah aku cobakan
beberapa merek susu yang lebih murah ternyata selalu ada
kendala, entah muntah ataupun diare.
Alhamdulillah, sisa uang masih cukup untuk membeli
susu, bahkan masih sisa juga untuk belanja telur dan minyak.
Telur dan minyak adalah bahan pokok yang selalu aku
46 | Danarti