Page 60 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 60
pertamaku terulang. Bahkan akal sehatkupun seakan hilang
saat aku terlambat haid dua minggu. Aku datang ke dokter
yang menolong kelahiran anak pertamaku. Aku mendaftar
periksa untuk USG. Setelah USG dilakukan, ternyata janin
belum kelihatan. Dokter mengatakan janin belum terlihat,
terus dia menanyakan keterlambatan haidku berapa minggu.
Setelah tahu baru dua minggu, dokter tertawa terbahak. “Ya
jelas belum terlihat Bu, mau tidak mau harus tes urine.”
Jujur aku paling malas tes urine, kalau ada tes yang lain
mungkin aku memilih yang lain saja. Akhirnya dengan sangat
terpaksa aku menuruti anjuran dokter. Hasilnya aku positif
hamil. Aku seperti orang yang sangat ketakutan. Aku bahkan
memohon sama dokter itu, “Kalau saya nanti melahirkan,
jangan sampai dokter pergi luar kota.” Dokter itu lagi‐lagi
tertawa terbahak‐bahak sambil berkata, “Ibu akan
melahirkan sembilan bulan lagi, itu masih lama Bu. Kita
berdoa saja ya semoga semuanya akan baik‐baik saja sampai
sang bayi lahir. Ibu tidak usah khawatir, Allah pasti
memberikan yang terbaik.” Aku hanya bisa mengangguk dan
mengamini doanya.
Pada kehamilan yang kedua, aku lebih berhati‐hati. Aku
lebih teratur periksa ke dokter kandungan. Aku bahkan tidak
memeriksakan ke bidan sama sekali. Sejak awal kehamilan,
aku sudah mulai menabung untuk biaya persalinan di rumah
sakit. Biaya rumah sakit lebih mahal dibanding biaya ke bidan.
Apalagi kalau anak yang lahir laki‐laki. Aku tidak tahu persis
apakah biaya persalinan di RS itu akan lebih mahal apabila
bayi yang lahir laki‐laki. Yang pasti aku mendengar sendiri
dokter yang membantu persalinan anak pertamaku dulu,
52 | Danarti