Page 61 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 61
begitu tahu bayi yang lahir laki‐laki langsung berkata,
“Wah…laki‐laki.” Apakah ada hubungan antara jenis kelamin
dan biaya akupun tidak tahu.
Memasuki bulan ke sembilan kehamilan, aku sudah
merencanakan ingin melahirkan di rumah sakit. Biaya sudah
aku persiapkan, segala perlengkapan sudah aku taruh di tas,
dengan harapan kalau aku merasa akan melahirkan semua
sudah siap. Akupun sudah mengajukan cuti mengajar. Ibuku
menganjurkan aku mengambil cuti 3 bulan di belakang saja.
Dengan harapan ketika aku kembali ke sekolah anakku sudah
siap untuk ditinggal. Ternyata kepala sekolahku tidak
mengizinkan aku mengambil cuti 3 bulan di belakang. Cuti
harus diambil satu setengah sebelum dan satu setengah
setelah melahirkan. Akupun menurut saja, karena aku lebih
suka taat aturan daripada harus melobi.
Hari itu aku masih ingat sekali, tanggal 2 Desember,
tanggal dimana aku terima gaji. Itu adalah hari terakhirku
masuk sekolah sebelum aku cuti. Karena suamiku agak
khawatir, pagi‐pagi sebelum berangkat dia menawarkan diri
untuk mengantar ke sekolah. Nanti kalau pulang akan
dijemput bersamaan dia pulang kerja. Aku mengiyakan saja.
Aku senang diantar karena sebenarnya aku juga sudah malas
naik motor dengan perut yang besar. Suamiku bilang mau
pakai motorku saja. Aku setuju, karena motorku masih lebih
baik dibanding motor dia yang keluaran tahun ’75. Motorku
masih motor pemberian ibu saat aku menikah dulu. Motor itu
masih lumayan baru.
Sampailah aku di sekolah, dan seperti biasa aku
mengajar. Sampai siang hari suamiku aku tunggu tidak
Menjadi Guru Sejahtera Tanpa Utang (Bukan Mimpi) | 53