Page 66 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 66
situ. Ibu bidan menjawab dengan ramah, “Boleh saja Mbak,
semua bidan itu sudah terikat janji harus mau membantu
persalinan siapa saja tanpa pilih‐pilih.” Alhamdulillah
hatiku jadi lega. Waktu satu minggu dari perkiraan lahir aku
gunakan untuk mempersiapkan diri untuk berinteraksi
dengan bu bidan. Hari perkiraan lahir anak ke dua ku
bersamaan dengan musim haji. Saat itu bersamaan dengan
bu bidan memiliki tugas sebagai tenaga kesehatan di
embarkasi haji. Hal itu yang masih membuat hatiku agak deg‐
degan karena aku tidak ingin saat aku melahirkan nanti bu
bidan sedang bertugas di embarkasi haji.
Tepat tanggal 22 Januari tahun 2001 malam, perutku
sudah terasa mules‐mules. Suamiku segera mengantarkan
aku ke bu bidan. Sampai di sana Alhamdulillah bu bidan tidak
sedang dinas luar. Waktu menunjukkan pukul 21.00, suamiku
memperkirakan nanti aku akan melahirkan enam jam lagi
kalau normal. Kami hanya bisa berdoa. Setelah memeriksaku,
bu bidan menyuruhku istirahat atau dengan jalan‐jalan agar
nantinya bayi bisa segera lahir. Akupun dianjurkan untuk
makan makanan yang mengandung tenaga untuk cadangan
nanti.
Rumah bersalin itu kebetulan kosong, tidak ada pasien
lain. Suasana sepi membuat suamiku tidur pulas. Aku tidak
bisa tidur. Suasana di rumah bersalin berbeda dengan di
rumah sakit. Di sini aku bisa ditunggui sampai saat bayi lahir,
sedangkan kalau di rumah sakit suami hanya boleh
menunggui di luar. Suamiku belum mengabari bapak ibu
ataupun kakak adik. Dia baru akan mengabari mereka kalau
bayinya sudah lahir.
58 | Danarti