Page 9 - Sinar Tani Edisi 4092
P. 9
9
Edisi 25 Juni - 1 Juli 2025 | No. 4092 Tahun LV
Jadi Penyalur Pupuk Rp2.500/kg. Tapi di lapangan,
kasus
banyak
petani
masih
membayar jauh lebih tinggi. “Ada
Bersubsidi, Menakar yang bilang HET-nya 150 persen,”
ujarnya.
Ironisnya, banyak dari praktik
ini terjadi tanpa pemahaman
Kesiapan Petani yang benar dari petani maupun
kios.
“Ketika
ditanya,
pihak
kenapa mahal? Dijawab, karena
pupuk diantar ke rumah di
daerah pegunungan. Padahal
HET itu berlaku di titik kios. Kalau
ada tambahan biaya, seharusnya
transparan dan disepakati, bukan
dibungkus seolah-olah HET-nya
memang segitu,” jelasnya.
Di sisi lain, Prof. Yusman
juga mengapresiasi langkah
Kementerian Pertanian yang sejak
beberapa tahun terakhir sudah
menerapkan sistem digitalisasi
penyaluran pupuk, termasuk
integrasi dengan data Dukcapil
untuk verifikasi penerima subsidi.
Namun, menurutnya, sistem
canggih tidak serta-merta
menjamin akurasi dan keadilan
distribusi.
“Sistemnya memang sudah
digital, datanya sudah terhubung
ke Dukcapil, proses verifikasi
berlapis. Tapi kalau SDM di
lapangan belum siap, sistem yang
bagus bisa tetap gagal,” katanya.
Untuk itu, ia mengingatkan,
proses padan data, pemutakhiran
Perubahan dalam tata kelola pupuk bersubsidi pasca terbitnya Peraturan Rencana Definitif Kebutuhan
(RDKK),
hingga
Kelompok
Menteri Pertanian (Permentan) No. 15 Tahun 2025 menjadi sorotan. Salah pemahaman petani terhadap
satu perubahan besar adalah dalam distribusi pupuk bersubsidi, petani prosedur transaksi masih perlu
diperkuat.
menjadi lokasi titik serah dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)/ “Digitalisasi itu bukan sekadar
Kelompok Tani (Poktan) bisa menjadi penyalur pupuk bersubsidi. aplikasi. Tapi juga soal akses,
K ebijakan baru ini harus tergeser tanpa diberi waktu dan teknologi informasi. “Jika kebijakan kios kewalahan, penyuluh tak
pemahaman, dan kesiapan para
pelaku. Kalau petani bingung,
“Jika penyalur merasa perannya
diantisipasi. Pasalnya,
maksimal, maka sistem yang
ini dipaksakan tanpa pembinaan
dimaksud justru menciptakan
serius, kita hanya akan mengganti
jika Gapoktan/Poktan
pendampingan untuk beradaptasi,
maka
belum
siap,
itu akan menimbulkan disinsentif,”
aktor tetapi mewarisi masalah lama
kebingungan baru,” ujar dia.
data
Selain
masalah
dan
menimbulkan
bisa
bisa menambah keruwetan baru,”
disinsentif bagi pelaku
menyarankan, penambahan pelaku
katanya.
titik serah tersebut seharusnya
pentingnya keterbukaan informasi
usahanya di lapangan. Salah tegas Prof. Yusman. Karena itu, ia dalam distribusi pupuk. Bahkan HET, Prof. Yusman menyoroti
satu pokok perubahan yang diposisikan sebagai pelengkap, IPB juga mencermati keberadaan di level kios dan kelompok tani.
diatur dalam Permentan adalah bukan pengganti kios pupuk. 26.576 koperasi yang kini masuk Menurutnya, stiker harga pupuk
terbukanya titik serah subsidi Karena minimnya sosialisasi ke sektor pupuk. Sebagian besar dan informasi penerima subsidi
tidak hanya di kios pupuk resmi, dan kesiapan lapangan membuat diantaranya adalah koperasi yang harus ditampilkan secara jelas dan
tetapi juga pada kelompok banyak penyalur tradisional merasa baru berdiri, termasuk Koperasi Desa mudah diakses petani. “Petani
tani, gapoktan, hingga koperasi terancam. “Ada rasa bahwa peran Merah Putih. harus tahu berapa harga resmi
perikanan (pokdakan). mereka sedang diambil alih. “Koperasi-koperasi ini masih pupuk, siapa saja yang berhak,
Meski bertujuan Padahal regulasinya tidak seperti itu. membutuhkan sosialisasi regulasi, bagaimana prosedurnya. Kalau
meningkatkan akses bagi petani Tapi kalau informasi tidak sampai, pelatihan mekanisme distribusi, informasinya tertutup, ruang
dan pembudidaya, kebijakan ini persepsi itulah yang dominan. serta penguatan sarana dan untuk manipulasi akan tetap
menimbulkan kekhawatiran. Hal Inilah kenapa sosialisasi dan edukasi prasarana,” katanya mengingatkan, terbuka,” katanya.
tersebut mencuat saat Focus kebijakan itu menjadi sangat Tak hanya itu, IPB juga menyoroti Prof. Yusman juga meminta
Group Discussion (FGD) yang penting,” ujarnya. potensi konflik antar penyalur pemerintah tidak hanya fokus
digelar Program Studi Magister Berdasarkan uji kesiapan yang pupuk bersubsidi akibat pembagian pada aspek regulasi, tapi juga
Manajemen Pembangunan IPB lakukan terhadap Gapoktan wilayah dan alokasi yang belum harus memastikan kesiapan di
Daerah (MMPD) Fakultas di wilayah amatan hasilnya cukup terstandarisasi. Penambahan semua lini, dari pusat hingga
Ekonomi dan Manajemen (FEM) mencengangkan. Prof. Dr. Faroby pihak penyalur seperti Gapoktan, pelosok. Kebijakan tegasnya,
IPB University pada Selasa (17/6) Falatehan, Ketua Prodi Magister Pokdakan, dan koperasi bisa harus disertai dengan kesiapan
bertajuk “Tantangan dan Peluang Magister Manajemen Pembangunan memicu mundurnya kios pengecer implementasi. “Jangan sampai
Kebijakan Subsidi Pupuk pada Daerah (MMPD) Fakultas Ekonomi eksisting. ”Alokasi yang biasanya semangat reformasi subsidi
Sektor Pertanian Pasca Terbitnya dan Manajemen (FEM) IPB University mereka pegang, kini harus dibagi. pupuk ini justru menyulitkan
Permentan 15 Tahun 2025.” mengungkapkan, sebanyak 79,6 Tanpa aturan main yang jelas, konflik petani atau menyingkirkan
Dalam forum tersebut, Ketua persen dinyatakan tidak siap horizontal tak terelakkan,” ujarnya. kios yang sudah puluhan tahun
Senat FEM IPB University, Prof. menjadi penyalur pupuk subsidi, melayani petani,” ujarnya.
Yusman Syaukat menyampaikan dan hanya 20,4 persen dinilai siap. HET Masih Jadi Keluhan Dengan segala tantangan
kekhawatiran serius mengenai “Itu pun dengan pendampingan,” Prof. Yusman juga menyoroti yang ada, IPB University
kesiapan penyalur, terutama kios ujarnya. masalah klasik yang belum berharap pemerintah lebih
resmi, dalam menghadapi sistem Faroby menilai, ketidaksiapan terselesaikan yaitu Harga Eceran intensif melakukan evaluasi,
distribusi baru yang membuka ini bukan hal sepele. Pasalnya, Tertinggi (HET). Banyak petani masih pendampingan, dan penguatan
titik serah lebih luas. Baginya yang Gapoktan yang diuji rata-rata tidak mengeluh membayar lebih mahal kapasitas penyalur. Sebab, kunci
menjadi masalah utama bukan memenuhi indikator dasar. Misalnya, dari HET yang seharusnya berlaku di sukses kebijakan bukan di atas
hanya soal niat kebijakannya, tapi permodalan, legalitas, manajemen kios. HET pupuk bersubsidi itu sudah kertas, tapi pada kenyataan yang
kesiapan penyalur dan sistem administrasi, pengelolaan keuangan, diatur. Misalnya, Urea Rp2.250/kg, dihadapi petani dan penyalur
pengawasan di lapangan. distribusi pupuk, hingga sarana NPK Rp2.300/kg, dan NPK lainnya setiap harinya. Gsh/Yul

