Page 33 - IST Baru
P. 33
Bersamaan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pimpinan yang terg-
abung dalam Batalyon ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan, Pemerintahan NICA
Belanda juga terus berusaha menjalankan politik “devide et impera” nya. Sebelumnya
Belanda menggelar Konperensi Malino pada 12-16 Juni 1946, kemudian Konperensi
Denpasar 18-24 Desember 1946, Konperensi Pangkal Pinang, selanjutnya Konperensi
Linggarjati yang besar sekali pengaruhnya bagi daerah Kalimantan telah ditandatan-
gani wakil dari Belanda dan RI tanggal 15 November 1946. Isinya bahwa kekuasaan
Republik Indonesia de fakto hanya meliputi Jawa-Madura dan Sumatra saja. Komite
Nasional Indonesia (KNI) Pusat kemudian mengesahkannya pada tanggal 25 Janu-
ari 1946, ini berarti bahwa Kalimantan tidak lagi termasuk wilayah de fakto Republik
Indonesia. Dampak yang lebih jauh dari hasil persetujuan Linggarjati adalah status
Provinsi Kalimantan tidak relevan lagi sehingga status Gubernur Kalimantan dihapus.
Hasil persetujuan Linggarjati juga membuat Batalyon ALRI Divisi IV (A) Pertahanan
Kalimantan terputus hubungannya dengan RI, dan terputus pula dengan Markas Be-
sar ALRI Divisi IV yang waktu itu bermarkas di Tuban Jawa Timur. Markas Besar ALRI
Divisi IV ini kemudian dibubarkan, selanjutnya statusnya diubah menjadi Mobiele Bri-
gade ALRI dengan Komandan Mayor Firmansyah. Sedangkan Letkol Zakaria Madon
(mantan pimpinan ALRI
Divisi IV) dipindahkan ke
Markas Besar ALRI Pusat.
Dengan situasi demikian
maka tokoh-tokoh pejuang
gerilya Kalimantan Selatan
hanya mempunyai satu pi-
lihan yaitu harus mampu
mengorganisir kekuatan
sendiri, kalau tidak akan
dihancurkan oleh musuh.
Terbentuknya Markas Makam Pahlawan Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan di Birayang, HST.
Besar ALRI Divisi IV
Bersamaan dengan perubahan status Kalimantan sebagai akibat persetujuan Ling-
33