Page 121 - PROSES & TEKNIK PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
P. 121
PROSES & TEKNIK
PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
(3) Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
(4) Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk
menjadi UU.
(5) Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan
oleh Presiden dalam waktu (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut
disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Pasal 20 UUD NRI Tahun 1945 tersebut bermakna:
129
(1) Penegasan bahwa kekuasaan membentuk UU berada di tangan
DPR. Pasal ini sejalan dengan perubahan Pasal 5 ayat (1) UUD
NRI Tahun 1945 yang semula berbunyi: “Presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat” menjadi: “Presiden berhak mengajukan
RUUkepada Dewan Perwakilan Rakyat”; dan
(2) Penegasan bahwa pembahasan RUU yang dilaksanakan dalam
beberapa tahap di DPR dilakukan secara bersama-sama.
Ketentuan ini mengandung makna, tidak dibenarkan apabila suatu
RUU sudah mendapatkan persetujuan bersama dalam Rapat
Paripurna DPR, Presiden tidak menandatangani pengesahannya,
karena sesungguhnya Presiden telah menugaskan Menteri untuk
mewakilinya dalam pembahasan RUU di DPR. Penegasan ini
dilanjutkan pula dengan ketentuan, apabila dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak RUU disetujui, RUU tersebut sah menjadi
UU.
Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 merumuskan:
“Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembuatan undang-undang
diatur dengan undang-undang.”
Agung Laksono mengatakan bahwa, penambahan pasal baru ini
merupakan bagian dari penguatan komitmen DPR di bidang legislasi.
Berdasarkan amanah Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 ini telah dibentuk
UU No. 10 Tahun 2004, yang menjadi acuan dalam penyusunan Peraturan
perundang-undangan, dan sekaligus membantu meningkatkan kinerja
129 Op.cit., Agung Laksono, hlm. 58.
104 dpr.go.id