Page 186 - PROSES & TEKNIK PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
P. 186
PROSES PERSIAPAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG DARI PEMERINTAH,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH, SERTA
PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
DAN PERMASALAHANNYA
2. Kewenangan Pembentukan Undang-Undang
Kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan
secara sistematis, pengaturannya dimulai dari Pasal 5 ayat (1) UUD NRI
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, Presiden berhak mengajukan
RUU kepada DPR. Kewenangan yang diberikan oleh UUD NRI Tahun
1945 kepada Presiden hanya terbatas pada kewenangan mengajukan
RUU dari Presiden kepada DPR. Kewenangan tersebut bukanlah
kewenangan pembentukan UU.
Secara konstitusional kewenangan pembentukan UU berada
dalam kekuasaan DPR sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 UUD
NRI Tahun 1945, yaitu:
(1) DPR memegang kekuasaan membentuk UU;
(2) Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama;
(3) Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu
tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu;
(4) Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama
untuk menjadi UU;
(5) Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan
wajib diundangkan.
Kekuasaan pembentukan UU sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 diperkuat dengan adanya fungsi
legislasi DPR sebagaimana tercantum dalam Pasal 20A UUD NRI Tahun
1945 yang menyatakan bahwa, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Bahkan secara individual anggota
DPR diberikan hak untuk mengajukan usul RUU sebagaimana diatur
dalam Pasal 21 UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur bahwa anggota
DPR berhak mengajukan usul RUU.
Selanjutnya dalam Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945 diatur pula
kewenangan yang dimiliki oleh DPD, yaitu sebagai berikut:
(1) DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
169
dpr.go.id