Page 148 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 148
JUNGKIR BALIK BAB VI
EKONOMI POLITIK
(7)
DAYA BELI LEMAH
AKIBAT KEBIJAKAN PEMERINTAH
P ERNYATAAN Presiden Joko Widodo dalam penutupan
Rakornas Kadin, 3 Oktober 2017, bahwa isu penurunan daya beli
masyarakat sengaja dipolitisasi oleh lawan-lawan politiknya
untuk kepentingan 2019, merupakan bentuk pengaburan fakta.
Penurunan daya beli adalah isu ekonomi yang telah lama di-
sounding, baik oleh para pengusaha maupun para ekonom, bahkan sejak
akhir 2014, saat pemerintahan Presiden Joko Widodo mulai mencabuti
subsidi BBM dan berbagai subsidi untuk rakyat lainnya. Isu tersebut makin
mengemuka sesudah pemerintah mencabut juga subsidi listrik untuk 23
juta pelanggan rumah tangga golongan 450 volt ampere (VA) dan 900 VA
pada Januari 2017 lalu. Jadi, itu sebenarnya adalah isu ekonomi lama, bukan
isu politik gorengan.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), misalnya, konsumsi
rumah tangga kuartal II tahun ini memang hanya tumbuh 4,95 persen,
padahal pada kuartal II tahun lalu mencapai 5,07 persen. Indikator lainnya
juga tak bagus. Pertumbuhan konsumsi listrik kita bahkan penurunnya
lebih besar lagi. Sepanjang tahun ini, misalnya, konsumsi listrik di semua
golongan hanya tumbuh 1,37 persen. Padahal, periode yang sama tahun
lalu pertumbuhannya mencapai 7,8 persen.
Sebelumnya tak ada yang pernah menjadikan persoalan ekonomi
ini sebagai persoalan politik. Justru pernyataan Presiden kemarinlah yang
telah menjadikan isu ekonomi itu kemudian seolah menjadi isu politik.
Saya kira lucu dan memprihatinkan jika Presiden mengingkari
penurunan daya beli masyarakat. Saya sebut lucu, karena penurunan daya
beli ini datanya berasal dari BPS. Sejak Juli 2017 isu ini juga telah dibahas
dan diakui oleh sejumlah menteri, termasuk Gubernur Bank Indonesia,
dan pada 4 Agustus lalu Presiden sendiri bahkan pernah mengumpulkan
CATATAN-CATATAN KRITIS 141
DARI SENAYAN