Page 152 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 152

JUNGKIR BALIK  BAB VI
                                                                    EKONOMI POLITIK




                 menyebutkan jika badan usaha, tak terkecuali Pertamina, kini tak perlu
                 mendapatkan persetujuan pemerintah untuk menentukan harga BBM
                 kategori umum, termasuk kenaikannya. Badan usaha hanya perlu
                 melaporkan harga itu kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal
                 Migas. Ini adalah bentuk lepasnya campur tangan pemerintah.
                      Padahal, merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/
                 PUU/1/2003, yang membatalkan Pasal 28 UU No. 22/2001 tentang Minyak
                 dan Gas Bumi, cukup jelas jika penetapan harga BBM tak boleh diserahkan
                 pada mekanisme pasar. Sebagai komoditas strategis, harga BBM harus
                 diatur oleh  pemerintah.  Sehingga, membiarkan harga  BBM  diombang-
                 ambingkan fluktuasi pasar tidaklah dibenarkan.
                      Menurut saya biang masalahnya adalah Perpres No. 191/2014 tadi.
                 Sesudah Perpres itu lahir, seolah-olah yang disebut BBM hanya tinggal
                 minyak tanah, premium dan solar saja, sementara Pertamax, Pertamax
                 Turbo, Pertalite, Pertamina Dex, atau Dexlite, bukan lagi dianggap ‘BBM’.
                 Persepsi itu tentu saja keliru.
                      Saya menilai, kebijakan pemerintah terkait BBM ini memang tak ada
                 polanya. Serabutan. Dengan Perpres No. 191/2014, pemerintah sebenarnya
                 ingin melepaskan harga BBM pada mekanisme pasar. Itu sebabnya distribusi
                 premium kemudian dibatasi dan dibuat langka, khususnya di Jawa, Madura
                 dan Bali. Buntutnya, menurut data BPH Migas, ada sekitar 1.926 SPBU di
                 Pulau Jawa, Madura dan Bali yang tidak lagi menjual Premium.
                      Bukan hanya membuat langka Premium, pemerintah bahkan sempat
                 mewacanakan menghapus Premium dan menggantinya dengan Pertalite,
                 jenis BBM yang hingga kini tak pernah jelas formulasi harganya. Namun
                 akhirnya,  baik  Premium  maupun  Pertalite  masih  sama-sama  dibiarkan
                 eksis.

                      Anehnya, menjelang mudik kemarin, aturan pembatasan distribusi
                 Premium tadi diubah lagi oleh Perpres No. 43/2018. Kini SPBU di Jawa,
                 Madura, dan Bali boleh kembali menjual Premium. Jadi, sekali lagi kebijakan
                 pemerintah terkait BBM ini tak jelas, tak konsisten  dan tak terencana
                 dengan baik. Tak ada ucapan pemerintah yang bisa dipegang oleh kita hari
                 ini.
                      Pemerintah seharusnya tidak membiarkan masyarakat diombang-



                                                                  CATATAN-CATATAN KRITIS  145
                                                                         DARI SENAYAN
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157