Page 223 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 223
Dr. Fadli Zon, M.Sc
lebih rendah dari janji kampanye dulu. Ini menunjukkan perhitungan
pemerintahan sekarang jauh dari realistis. Dan pemerintah gagal menjaga
rupiah kita.
Itu sebabnya pemerintah harus bersikap transparan mengenai risiko
yang tengah kita hadapi. Sikap itu diperlukan agar kita bisa mengambil
langkah tepat mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi yang lebih dalam.
Jangan berdalih indikator makroekonomi kita cukup baik dengan
modal argumen bahwa indikator perekonomian negara-negara lain saat
ini jauh lebih buruk dari kita. Ini bukan soal apakah kondisi kita lebih baik
atau lebih buruk dibanding negara lain, tapi soal apakah pemerintah telah
mengantisipasi terjadinya krisis atau tidak? Jika kondisi negara lain lebih
buruk, bukan berarti kita baik-baik saja.
Risiko di depan mata yang kita hadapi, misalnya, terkait dengan
utang, karena sekitar 41 persen utang kita ada dalam denominasi mata
uang asing. Artinya, perubahan kurs rupiah atas mata uang bersangkutan
akan mempengaruhi posisi utang kita secara keseluruhan.
Menurut data Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR)
Kementerian Keuangan per 31 Desember 2017 lalu, dari total utang sebesar
Rp3.938,45 triliun, utang dalam denominasi rupiah adalah sebesar 59%,
dollar Amerika 29%, Yen Jepang 6%, Euro 4%, SDR IMF 1%, dan lainnya
sebesar 1%. Jadi, utang kita yang berdenominasi valuta asing sebear 41%,
baik dalam bentuk pinjaman, SBN (Surat Berharga Negara), maupun SBN
Syariah.
Turunnya nilai tukar rupiah jelas akan berpengaruh terhadap
beban pembayaran utang, baik bunga utang maupun cicilan jatuh tempo.
Ujungnya, APBN kita akan semakin terbebani pembayaran utang.
Saya kira, turunnya nilai tukar rupiah juga telah berimbas pada
turunnya tingkat kepercayaan terhadap pemerintah. Terbukti, sudah tiga
kali berturut-turut lelang SUN (Surat Utang Negara) tak pernah mencapai
target.
Pada 24 April, misalnya, SUN hanya terjual Rp6.150 miliar, padahal
target indikatifnya Rp17.000 miliar. Berikutnya, pada 2 Mei 2018, SBSN
(Syariah) hanya terjual Rp 5.530 miliar dari target indikatif Rp 8.000 miliar.
224 KATA FADLI