Page 226 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 226
DI AMBANG BAB IX
KRISIS
sebenarnya luar biasa. Jika potensi itu tidak bisa mencuat, itu terjadi
karena salah kelola kebijakan.
Coba Anda bayangkan, selama triwulan pertama 2018, penerimaan
remitansi dari para TKI kita mencapai US$2,63 miliar. Sebagai catatan,
total remitansi buruh migran Indonesia selama tahun 2017 mencapai
US$8,78 miliar. Mereka adalah penyumbang devisa besar. Berbeda dengan
penerimaan devisa dari sejumlah komoditas ekspor, remitansi buruh
migran ini hampir tak memiliki komponen impor sama sekali.
Kenyataan ini mestinya membuat malu pemerintah. Alih-alih
berusaha memberikan perlindungan maksimal terhadap tenaga kerja
Indonesia, khususnya buruh migran, pemerintah malah kian memanjakan
tenaga kerja asing melalui berbagai relaksasi aturan ketenagakerjaan.
Sungguh ironis. Buruh migran kita yang mendatangkan devisa
miskin perlindungan, tapi buruh asing yang menyedot devisa malah terus-
menerus dibela. Kebijakan-kebijakan keliru semacam itulah yang telah
melemahkan perekonomian kita selama ini. Jadi, bukan semata-mata
karena faktor global.
Tingginya komponen impor dalam perekonomian kita telah
membuat kenapa anjloknya nilai tukar rupiah tak membuat ekspor kita
jadi lebih kompetitif. Karena melambungnya nilai tukar dollar telah
membuat biaya komponen impor juga jadi ikut melambung. Itu sebabnya
neraca perdagangan kita defisit cukup besar. Untuk memperbaiki itu, kita
membutuhkan perbaikan struktur ekspor dan struktur industri, sehingga
ketergantungan terhadap ekspor komoditas dan bahan baku serta barang
modal impor dapat dikurangi.
Harusnya pemerintah menekan atau menseleksi impor, tapi malah
cenderung boros membuka keran impor. Menjelang musim panen
kemarin, misalnya, pemerintah tiba-tiba membuka keran impor 500 ribu
ton beras. Meskipun mendapatkan banyak protes, eh saat kini petani
baru saja usai panen, pemerintah kembali mengimpor 500 ribu ton beras.
Kebijakan-kebijakan aneh semacam itulah yang selama ini telah merusak
fundamental perekonomian kita.
Dari pidato yang disampaikan Menteri Keuangan, saya juga melihat
bahwa pemerintah belum menunjukkan usaha keras untuk mengurangi
CATATAN-CATATAN KRITIS 227
DARI SENAYAN