Page 325 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 325
PANGAN &
PEMBANGUNAN BAB XIV
PERTANIAN
impor. Meskipun demikian, kebijakan impor beras seharusnya tidaklah
dijadikan solusi permanen. Itu sebabnya HKTI juga meminta kepada
Pemerintah untuk mendorong peningkatan produktivitas petani kita, agar
dalam jangka panjang kita bisa memutus ritus impor beras tersebut.
Selain menolak impor beras, HKTI juga menolak keras impor gula.
Tahun ini pemerintah telah menerbitkan izin impor sebesar 3,6 juta ton
GKR (Gula Kristal Rafinasi). Jumlah izin tersebut sangat aneh, sebab
kebutuhan industri makanan dan minuman dalam negeri kita hanyalah
sebesar 2,4 hingga 2,5 juta ton GKR saja. Jadi, menurut saya, kelebihan
impor GKR tadi sudah pasti akan dibocorkan ke pasar konsumsi. Ini kan
kebijakan impor yang tidak benar.
Sementara, terkait dengan GKP (Gula Kristal Putih), tahun ini
produksi GKP dari tebu petani Indonesia diperkirakan sebesar 2,2 juta
ton. Karena kita masih punya sisa GKP tahun lalu sebesar 1 juta ton, maka
tahun ini stok GKP kita ada sekitar 3,2 juta ton. Mengingat kebutuhan
konsumsi nasional kita hanya sekitar 2,8 juta ton, maka sebenarnya tanpa
perlu impor lagi tahun ini gula untuk pasar konsumsi kita masih surplus
sekitar 400 ribu ton GKP.
Jika surplus GKR sebelumnya benar-benar akan dibocorkan ke pasar
konsumsi, maka tahun ini kita sudah memiliki surplus gula sebesar 1,4 juta
ton. Ini jumlah stok yang cukup besar sebenarnya.
Anehnya, pemerintah masih saja mengimpor 1,1 juta ton GKP pada
Maret 2018 lalu. Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan izin
impor 150 ribu ton GKP untuk Inkopol. Untuk apa?! Stok gula kita sudah
surplus kok! Selain merugikan petani tebu, kebijakan tersebut juga sangat
membodohi masyarakat.
Seperti halnya petani padi, saat ini petani tebu juga sedang tertekan
oleh kebijakan impor pemerintah. Apalagi, pada saat yang sama, kebijakan
harga acuan gula petani yang dikeluarkan oleh Kemendag juga tidak
masuk akal. Pemerintah hanya menetapkan harga acuan sebesar Rp9.100
per kilogram. Harga acuan tersebut jelas merugikan petani tebu. Sebab,
menurut hasil survei Kementerian Pertanian bersama sejumlah perguruan
tinggi, harga acuan gula petani yang wajar setidaknya adalah sebesar
Rp10.500 per kilogram.
CATATAN-CATATAN KRITIS 337
DARI SENAYAN