Page 92 - EKONOMI KERAKYATAN
P. 92

EK ON OMI I KERAKY A T AN
             Dalam Diskusi Dua Generasi


            tersebut memicu dan menjadi penyebab perubahan sistem pemerintahan
            dari sistem presidensial menjadi sistem parlementer, walaupun UUD 1945
            tetap berlaku. Perubahan ini berasal dari kejadian penggantian pucuk
            pimpinan perjuangan secara terpaksa, dari Presiden Sukarno kepada
            Sutan Sjahrir. Kemudian, Sutan Sjahrir diangkat sebagai Perdana Menteri
            sebagai kepala pemerintahan oleh Presiden Sukarno, sedangkan kepala
            negara Republik Indonesia tetap berada pada Presiden Sukarno. Pada 15
            November, Sutan Sjahrir membentuk kabinet pemerintahannya.
                  Sutan Sjahrir dianggap oleh van Mook kepala pemerintah Hindia
            Belanda  sebagai  figur  yang  tepat  untuk  diajak  berunding.  Pada 4
            Desember 1945 Sutan Sjahrir mengumumkan bahwa pemerintahannya
            menerima tawaran Belanda dengan syarat pengakuan Belanda atas
            Republik Indonesia. Di pihak lain, Presiden Sukarno tidak setuju dengan
            rencana Belanda menciptakan Indonesia sebagai negara federasi dan
            persemakmuran dengan Belanda sebagaimana deklarasi pemerintah
            Belanda pada 10 Februari 1946 seperti dikemukakan di bawah.

                  Berdasarkan pernyataan pemerintah Belanda pada 10 Februari
            1946, bentuk dari negara Indonesia yang direncanakan pada dasarnya
            berupa penggantian negara Republik Indonesia menjadi negara federasi
            Indonesia. Negara federal Indonesia itu terdiri dari daerah-daerah
            dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri. Parlemen
            negara federasi Indonesia merupakan hasil pilihan secara demokratis
            dimana anggota parlemen terdiri dari mayoritas orang Indonesia,
            ditambah orang Belanda dan orang Indonesia yang ditunjuk oleh Belanda.

                  Sikap Sutan Sjahrir itu didasarkan atas diplomasi dengan
            anggapan bahwa persetujuan terhadap rencana Belanda itu merupakan
            suatu strategi untuk melenyapkan penjajahan Belanda, sekaligus nilai
            tawar agar Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Pada
            perundingan delegasi Sutan Sjahrir dengan pemerintah Belanda di Hoge
            Veluwe di sekitar April-Mei 1946, Sutan Sjahrir kembali menjelaskan
            bahwa titik tolak perundingan adalah pengakuan atas Repbulik Indonesia
            sebagai negara berdaulat, dengan dasar ini Indonesia akan mau
            bekerjasama dengan Belanda. Tetapi pemerintah Belanda menawarkan




             88
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97