Page 19 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 19

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN




                                                         Desentralisasi adalah sasaran utama para pendukung Politik Etis.
                                                   Desentralisasi yang diharapkan terjadi adalah berupa pendistribusian
                                                   kekuasaan dari Den Haag ke Batavia, dari Batavia ke daerah-daerah, dan
                                                   dari orang-orang Belanda ke orang-orang Bumiputra.  Pelaksanaan
                                                                                                      11
                                                   desentralisasi tersebut diikuti dengan dibentuknya dewan-dewan di
                                                   daerah. Di tingkat gewest dibentuk gewestelijkraad, di daerah-daerah
                                                   bagian gewest dibentuk plaatselijkraad, sedangkan di daerah-daerah
                                                   yang banyak penduduk Eropa dibentuk gemeenteraad. Selanjutnya,
                                                   pada 1905, pembentukan dewan-dewan tersebut diatur dalam Locale
                                                   Raden Ordonantie yang dicatat dalam Indische Staasblad Nomor 181. 12
                                                         Pada 1 April 1905, didirikan dewan kota di tiga kota di wilayah
                                                   Jawa Barat, yaitu Gemeente Batavia, Meester Cornelis (Jatinegara), dan
                     Undang-undang                 Buitenzorg (Bogor). Setelah ketiga kota itu diikuti dua belas dewan

                          desentralisasi           kota besar di Hindia-Belanda. Misalnya, setahun setelah pembentukan
                                                   dewan kota pertama, pada 1906 muncul di beberapa kota di Jawa,
                          memberikan               seperti Gemeente Surabaya, dan luar Jawa. Setelah tahun 1907, dibentuk

                            wewenang               dewan-dewan daerah pada tingkat keresidenan yang didirikan di
                       otonomi semu                seluruh Jawa. 13
                                                         Undang-undang desentralisasi memberikan wewenang otonomi
                   kepada kabupaten                semu kepada kabupaten dan gemeente (pemerintah kota) di Hindia-
                        dan gemeente               Belanda. Pembaruan ini memberikan jalan bagi bumiputra untuk ikut

                (pemerintah kota) di               serta dalam pemerintahan kolonial.   Dewan kabupaten dan gemeente
                                                                                    14
                      Hindia-Belanda.              (haminte) kota dibentuk dengan aturan  setiap 500 bumiputra berhak
                                                   memilih keesman (wali pemilih). Kemudian, wali pemilih ini berhak
                                                   memilih sebagian anggota dewan kabupaten, sebagian lain diangkat
                                                   oleh gubernur atas usul bupati. Demikian pula dengan setiap provinsi
                                                   memiliki dewan provinsi yang sebagian anggotanya dipilih oleh dewan
                                                   kabupaten dan gemeente kota di wilayah provinsi tersebut. 15
                                                         Golongan masyarakat Eropa merupakan anggota mayoritas
                                                   dari dewan kota tersebut. Di antara anggota dewan kota, ada yang
                                                   diangkat oleh gubernur jenderal, ada yang  diangkat berdasarkan
                                                   jabatan, seperti bupati dan patih dalam dewan daerah atau
                                                   keresidenan.  Dengan  demikian,  sistem  ini  belum  dapat  disebut
                                                   sebagai otonomi daerah. Namun, setidaknya pemerintah kolonial


                                                   11   M.C. Ricklefs, 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 . Jakarta: Serambi,  hlm. 337
                                                   12  Gemeentebelangen, Bataviaasch Nieuwsblad, 14 Agustus 1905, hlm 1;  Kuncoro Purbopranoto,
                                                      1960, Sistem Pemerintahan .Surabaya: Penerbitan Universitas Airlangga, hlm. 95
                                                   13  Akira Nagazumi, 1989, Bangkitnya Nasionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: Pustaka
                                                      Utama Grafiti-KITLV).  hlm. 28
                                                   14  Makmur Amir dan Reni Dwi, 2005, Lembaga Perwakilan Rakyat (Jakarta: Pusat Studi Hukum
                                                      Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia), hlm. 58
                                                   15   Ibid.




                                       dpr.go.id   14





         A BUKU SATU DPR 100 BAB 02A CETAK.indd   14                                                               11/18/19   4:48 AM
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24