Page 199 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 199
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
voor Internationale Natuurbescherming (Komisi Belanda untuk
Pelestarian Alam Internasional) menilai Pemerintah Kolonial sedikit
berbuat, banyak terlambat. Meski kecil, komisi ini terdiri dari orang-
orang berpengaruh, sehingga tidak berarti banyak bagi pemerintah
kolonial. Ada jeda enam tahun sejak 1924, dan Pemerintah Kolonial
tidak mengambil langkah apapun terkait konservasi alam, terlebih
lingkungan tidak pernah menjadi isu khalayak. Hal ini berubah
ketika memasuki tahun 1930. Suatu kali Volksraad bersidang, salah
satu sidangnya membahas tentang pelestarian lingkungan. Ini agak
mengejutkan karena konservasi tak pernah menjadi isu penting bagi
gerakan nasionalis, meski isu itu kadangkala sedikit menarik perhatian.
Dalam sidang itu, Volksraad mengeluarkan beberapa poin
penting untuk pemerintah kolonial, antara lain pendirian lebih banyak
suaka margasatwa, perluasan cagar alam, perlindungan sejumlah
spesies hewan, baik di dalam maupun di luar suaka margasatwa,
pembatasan dan pelarangan berburu dalam beberapa kasus, serta
pelarangan total ekspor hewan yang dilindungi, baik hidup maupun
mati. Setahun kemudian, pemerintah menelurkan dua peraturan
tentang perlindungan margasatwa. Peraturan tersebut mengandung
421
amanat agar dapat dilaksanakan upaya perluasan suaka margasatwa
dan melarang ekspor beberapa jenis burung dan mamalia liar, juga
gading gajah. Untuk penerapannya, pemerintah mengeluarkan
peraturan tentang perburuan. 422
Poin penting peraturan itu adalah pembatasan perburuan
yang lebih ketat. Peraturan itu kian lengkap pada tahun 1932 dengan
Poin penting keluarnya Staatsblad No 17. Peraturan ini memperbaiki peraturan
peraturan itu tahun 1916 tentang cagar alam. Karena peraturan ini, luas cagar alam
di Hindia Belanda bertambah. Tambahan itu berasal dari Baluran di
adalah pembatasan
Jawa (25,000 hektar), Gunung Leuser di Sumatra Selatan, Way Kambas
perburuan yang di Lampung (900,000 hektar), serta Kutai dan Kotawaringin/Sampit
lebih ketat. –sekarang Taman Nasional Tanjung Puting– di Kalimantan (650,000
Peraturan itu hektar). Tak seperti peraturan sebelumnya, sebagian besar publik
menerima peraturan itu. Meski semua peraturan itu lebih ditujukan
kian lengkap
untuk kepentingan kolonial, kecaman untuk pemerintah kolonial
pada tahun 1932 berkurang.
dengan keluarnya Dengan demikian, jumlah keseluruhan nilai ekspor dari tanah
Staatsblad No 17. jajahan menurun, sementara bunga dan hutang luar negeri tetap tinggi
421 Staatsblad No. 134 dan 266
422 Staatsblad No. 133 dan 265
dpr.go.id 196
A BUKU SATU DPR 100 BAB 03 CETAK.indd 196 11/18/19 4:50 AM