Page 197 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 197
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
besar di gudang-gudang di Amsterdam dan Bandung. Fraksi Nasional
mengajukan dua amandemen, antara lain mengenai produksi kina
yang masih bisa dilakukan oleh produsen kecil, sehingga petani kecil
yang memiliki sampai 2,000 pohon kina tidak terkena restriksi. Dua
amandemen tersebut dikalahkan dalam proses pemungutan suara di
Volksraad dengan 30 suara melawan 25, serta 31 suara melawan 24.
Dengan begitu, mayoritas anggota Volksraad telah menyatakan siap
memelihara kepentingan ekonomi dalam menghadapi kaum miskin
golongan pribumi masyarakat kolonial. 415
Perkembangan yang sama juga muncul pada permulaan jawaban
pemerintah terhadap Ratulangie, Thamrin, dan Wiranata Kusuma
terkait perkebunan teh, bahwa sejak November 1933, harga patokan
minimumnya adalah lima sen per kilogram teh basah. Boeke menyatakan
bahwa kesulitan dirasakan lebih dari 50,000 petani teh pribumi karena
ketergantungan sepenuhnya pada pembelian pabrik yang dimiliki
pihak kolonial, dan hal ini ketika itu dirasa benar-benar aneh. Sebagai
anggota dewan, dalam menjawab Direktur Ekonomi, Wellenstein,
Thamrin menyatakan pada 14 Februari 1934 yang dilaporkan oleh
Boeke bahwa tingkat minimum jauh lebih sering digunakan untuk
harga pembelian dan penjual lokal, bahkan Wellenstein sendiri sadar
akan praktek ini. Dengan demikian, ia siap membuat teguran terhadap
para tuan perkebunan yang melanggar aturan. 416
Tetapi, pada kenyataannya, hal itu tidak dilakukan sampai di
tahun 1937. Lima bulan setelah terjadinya devaluasi nilai mata uang
Tetapi, pada terhadap gulden, harga yang adil untuk teh basah baru dilakukan.
kenyataannya, hal Sementara itu, tiga anggota tersebut di atas terus mengingatkan
itu tidak dilakukan pemerintah tentang isu tersebut. Ratulangie malah melangkah lebih
sampai di tahun jauh dengan meninjau bahwa restriksi hampir-hampir membunuh
1937. Lima bulan perdagangan teh rakyat. Namun, terdapat satu hal yang bagus di
pabrik teh pribumi, yaitu ketika Soemosor menunjukan betapa baiknya
setelah terjadinya suatu eksperimen ekonomi dijalankan, dalam keadaan semua pejabat
devaluasi nilai mata mencoba untuk membatasi perkembangannya. Industri sarung
417
uang terhadap tenun pribumi juga penting, demikian halnya dengan industri rokok
gulden, harga yang kretek kelobot yang dikerjakan dengan tangan, baik yang milik pribumi
maupun yang milik orang Cina. Hal ini juga menarik perhatian Fraksi
adil untuk teh basah Nasional.
baru dilakukan.
415 Volksraad Zittingsjaar 1933-1934, Onderwerp 102, Stukken 1-3: 2, hlm. 26
416 Handelingen Volksraad 1933-1934, hlm. 2065-2066
417 Handelingen Volksraad 1934-1935, hlm. 445-446
dpr.go.id 194
A BUKU SATU DPR 100 BAB 03 CETAK.indd 194 11/18/19 4:50 AM