Page 209 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 209
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
29 September 1936 yang hasilnya antara lain sebagai berikut: 26 suara
setuju dan 20 suara menolak. Kelompok yang setuju di antaranya ialah
Sutarjo Kartohadikusumo, Alatas, I.J. Kasimo, Kusumo Utoyo, Kwet
Cong, Sam Ratulangi, Dt. Tumenggung, M.H. Thamrin, Soangkupon, Van
Ardenne, Otto Iskandardinata, Yahya, Gandasubrata, De Hoog, Daeng
Mapuji, Abd. Rassid, Wermuth, Leunissan, dan Bustan. Sedangkan
kelompok yang menolak antara lain Bekhout, Jansen, Van Loukhuyzen,
Notosutarso, C.C. van Helsdingen, van Balen, Sandkuyl, van Kesteren,
Hedebrand, Kruyne, Sastrohadikusumo, Weyer, Verboom, Suroso,
Wiwoho, Kersten, Sukarjo Wiropranoto, Moh. Nur, Nyonya Razoux
Schultz, Surono, dan Ketua Volksraad M.V. van Helsdingen. Wiwoho,
444
selaku ketua (Jong Islaminten Bond) JIB dan anggota Fraksi Nasional
di Dewan Rakyat juga menolak. 445
Kelompok yang menolak Petisi Sutarjo mengatakan bahwa rakyat
Indonesia belum matang untuk berdiri sendiri, sedangkan pendukung
Petisi Sutarjo beralasan sebaliknya, yakni rakyat Indonesia telah cukup
matang untuk berdiri sendiri. Mereka juga mendesak pemerintah untuk
Belanda maupun memberikan lebih banyak lagi hak-hak yang seharusnya dimiliki rakyat.
Hindia Belanda, Namun yang jelas, Petisi Sutarjo ditolak oleh Parlemen Belanda
dengan kedudukan dengan alasan bahwa saat ini belumlah waktunya bagi Belanda dan
Hindia Belanda untuk duduk sederajat dalam satu meja. Penolakan
yang sejajar. tersebut dituangkan dalam Keputusan Kerajaan pada 16 November
Tujuannya adalah 1938. Sikap kerajaan itu terkait erat dengan kondisi perpolitikan di
untuk merancang Belanda yang dikendalikan oleh Perdana Menteri Hendrik Colijn yang
bersama rencana terkenal sangat konservatif. Demikian halnya dengan Menteri Jajahan
yang bernama Charles Joseph Welter yang kaku dalam membuat
sepuluh tahun kebijakan yang terkait dengan Hindia Belanda. Kedua tokoh tersebut
ke depan, guna berpendapat bahwa perubahan fundamental terhadap status Hindia
menyiapkan Hindia Belanda merupakan suatu gagasan yang amat prematur, mengingat
Belanda memiliki perkembangan sosial sebagian besar penduduk Hindia Belanda yang
masih terbelakang.
otonomi, walaupun Sikap menolak terhadap petisi ini sangat jelas diperlihatkan oleh
tetap berada dalam Ratu Belanda secara resmi pada November 1938. Alasan penolakannya
jalinan kesatuan disebutkan bahwa bangsa Indonesia belum mampu memikul tanggung
dengan Kerajaan jawab dalam menyelengarakan pemerintahan sendiri. Lain halnya
dengan tokoh pergerakan yang menjadi anggota Volksraad. Sebut
Belanda saja, Soangkupon yang terus mendesak agar Volksraad dapat dijadikan
sebagai alat untuk menjaga kepentingan anak negeri. Masalah lainnya
444 LRKN, 1986 : 119.
445 Deliar Noer, Op Cit., hlm. 232
dpr.go.id 206
A BUKU SATU DPR 100 BAB 03 CETAK.indd 206 11/18/19 4:50 AM