Page 210 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 210

Volk sr aad PERIODE 1931 – 1942




                                                   adalah saat itu Cipto Mangunkusumo tidak dapat menghadiri sidang
                                                   Volksraad karena ditahan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
                                                   M.H. Thamrin memperjuangkan agar Cipto tetap dapat hadir dalam
                                                   sidang Volksraad, yang dengan demikian dapat menyatakan sikapnya
                                                   terhadap Petisi Sutarjo. 446
                                                         Sikap Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang mengabaikan
                                                   suara rakyat, termasuk yang disampaikan melalui Volksraad, melahirkan
                                                   kekecewaan demi kekecewaan dari kaum pergerakan. Sarekat Islam
                                                   (SI), misalnya, sudah sejak awal tahun 1920-an memperlihatkan
                                                   kekecewaannya pada Kongres Sarekat Islam V di bulan Maret 1921 yang
                                                   diadakan di Yogyakarta. Suryopranoto, selaku Ketua Sarekat Islam,
                                                   menganggap berbagai usulan organisasinya kepada pemerintah selalu
                                                   diabaikan. Oleh karenanya, ia menyarankan pembentukan Dewan
                                                   Sarekat Islam (SI Raad) dan menggiring SI untuk tidak lagi mempercayai
                                                   Volksraad, sehingga berdampak pada pada tahun 1923 SI memutuskan
                                                   keluar dari lembaga perwakilan tersebut, untuk kemudian di tahun
                                                   1924 mengambil sikap nonkooperasi terhadap pemerintah. 447
                                                         Dalam mosi sesudahnya, Sujono, dkk. kembali mengajukan
                                                   mosi untuk mendapatkan kursi parlemen di negeri Belanda dan
                                                   Staten General, serta meminta pemerintah untuk mempelajari isu
                                                   tersebut. 448  Mosi ini mencerminkan aspirasi untuk memastikan
                                                   kemajuan kolaborasi antara Indonesia dengan Belanda, serta untuk
                                                   menyelesaikan struktur parlemen yang tidak layak yang tercermin

                    Sikap Pemerintah               dari Volksraad, yang selama ini telah menjadi sumber iritasi dari kubu
                       Kolonial Hindia             sana dan sini. Seperti halnya Petisi Sutarjo, lima tahun kemudian,
                                                   Mosi Sujono menunjukan maksudnya untuk mendapatkan otonomi
                         Belanda yang              sebagai bagian seberang lautan Imperium Belanda di Eropa. Tetapi,
                  mengabaikan suara                mosi tersebut gagal sebelum masuk ke proses pemungutan suara

                      rakyat, termasuk             karena mosi tersebut ditarik setelah ada tanda-tanda penarikan diri
                   yang disampaikan                Sujono dari Volksraad. Dalam kata-kata Helsdingen, Sutarjo menjemput
                                                   ancaman evolusi, di mana sesungguhnya Sujono telah menariknya lima
                    melalui Volksraad,             tahun sebelumnya. 449
                             melahirkan                  Diskusi sesungguhnya mengenai petisi dilakukan di Volksraad

                   kekecewaan demi                 dalam sidang yang dilangsungkan pada 18, 28, dan 29 September
                     kekecewaan dari               1936. R.G.A.Z. Peekma tidak hadir dalam sidang-sidang itu, dan hal ini
                                                   kemudian dikritik oleh Kan, Sutarjo, serta Thamrin karena menunjukan
                    kaum pergerakan.
                                                   446  Atashendartini Habsjah, 2007, Perjalanan Panjang Anak Bumi: Biografi R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo
                                                      (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), hlm. 190
                                                   447   LKRN, 1986, hlm. 85
                                                   448  Volksraad Zittingsjar 1933-1934, Onderwerp, Stuk 9
                                                   449  Helsdingen, 1946, hlm. 132


                                                   207






         A BUKU SATU DPR 100 BAB 03 CETAK.indd   207                                                               11/18/19   4:50 AM
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215