Page 213 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 213
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Kamer berdasarkan rekomendasi dari majelis dan ketua majelis, di
mana hubungan konstituen di pengadilan tinggi sangat menentukan.
Hal ini sama sekali berbeda dengan yang terjadi di Dewan Rakyat.
Namun, pemerintah juga telah membiarkan diri mereka untuk
mengembangkan tradisi di sini, yakni bahwa Volksraad mengajukan
kandidat untuk mengisi kekosongan jabatan presiden, tetapi tradisi ini
tidak didasarkan pada hak hukum apa pun. Lebih dari itu, Volksraad dan
Presiden Tweede Kamer saat ini telah mencapai kedudukannya dengan
mengabaikan sepenuhnya kandidat yang diajukan oleh dewan. 458
Sidang pembukaan Bagi Fraksi Nasional, yang sampai akhir memupuk harapan
Volksraad tahun 1936. langkah-langkah yang pernah dilakukan fraksi tersebut, berhadapan
[Sumber: Soerabaijasch handelsblad,
18 Juni 1936] dengan pemerintahan yang dipimpin oleh Tjarda van Starkenborgh
Stachouwer setidaknya akan mempermudahkan kompromi untuk
melakukan konferensi. Perkembangan dari usulan ini berpuncak
pada penolakan melalui Dekrit Kerajaan pada 16 November 1938,
suatu hal yang begitu sulit untuk diterima. Kerajaan Belanda menolak
Petisi Sutarjo berdasarkan beberapa pertimbangan dan dasar yang
terutama dipusatkan pada isu otonomi dan implikasinya yang
bukan pada permintaan untuk mengadakan pemerintahan mandiri,
tetapi juga tidak memberikan status otonomi kepada Hindia Belanda
dalam lingkungan Imperium Belanda. Indikasi kasus semacam itu
ada tercantum pada Pasal 62–64 dari konstitusi, sehingga dengan
demikian politik kolonial mengarah pada penyusunan undang-undang
dan administrasi masalah-masalah internal, diberi kuasa sebanyak
mungkin, dan berada di tangan badan-badan dan otoritas Hindia
458 Algemeen Rijksarchief, Tweede Afdeling, collectie 329, W.H. van Helsdingen, de maasbode, van
zaterdag 26 Oktober 1935 - Avondblad - Tweede blad.
dpr.go.id 210
A BUKU SATU DPR 100 BAB 03 CETAK.indd 210 11/18/19 4:50 AM