Page 380 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 380
K omite Nasional Indonesia Pusa t
1945 – 1949
Bagi pihak Indonesia, permintaan Belanda ini tidak dapat
diterima, sebab berdasarkan aide memoire ini, Indonesia seolah
“diminta” untuk masuk secara sukarela kembali dalam naungan
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Bahkan, poin ketiga aide memoire
ini sudah menyalahi pokok persetujuan dalam Perjanjian Linggarjati,
yang baru diratifikasi oleh KNIP pada tanggal 5 Maret 1947. Dalam
637
Perjanjian Linggarjati, Uni Indonesia-Belanda yang akan dibentuk dapat
memberikan hak kepada RI untuk memiliki kepala negara sendiri. Uni
Indonesia-Belanda ini sendiri akan dikepalai oleh Raja/Ratu Belanda
yang bertindak sebagai “supervisor/pengawas”.
Kabinet Syahrir Untuk menghindari perang dengan Belanda, PM Syahrir
akhirnya jatuh mengajukan konsesi kepada Belanda, yaitu pengakuan kedaulatan
pada tanggal 26 Belanda atas Indonesia selama masa peralihan, suatu hal yang
Juni 1947 karena sesungguhnya dikecam oleh partai-partai dan juga BP KNIP. Kabinet
Syahrir akhirnya jatuh pada tanggal 26 Juni 1947 karena tekanan yang
tekanan yang luar biasa terkait konsesinya kepada Belanda. Kabinet Amir Syarifuddin
luar biasa terkait (Fraksi PKI), yang menggantikan Kabinet Syahrir, juga kesulitan dalam
konsesinya menjawab aide memoire Belanda itu.
kepada Belanda. Untuk itu kemudian BP KNIP mengadakan Sidang Tertutup
bersama PM Amir Syarifuddin pada tanggal 10 dan 11 Juli 1947. Sidang
BP KNIP berpendirian bahwa persoalan keamanan RI merupakan
tanggung jawab pemerintah RI, dan karena itu BP KNIP menolak
pengawasan keamanan bersama Belanda. Sidang BP KNIP bersama
dengan PM Amir Syarifuddin mencapai kesepahaman untuk
memberikan konsesi-konsesi lain kepada Belanda yang tidak terlalu
merugikan Indonesia, namun ditolak Belanda yang tetap menginginkan
aide memoire nya dikabulkan sepenuhnya. Akibat tidak disetujuinya
638
permintaan Belanda oleh RI, pada tanggal 21 Juli, Belanda melancarkan
serangannya.
BP KNIP segera merespon Agresi Militer Belanda I dengan
mengadakan rapat kilat di Yogyakarta. Hasil dari rapat ini adalah para
ketua, pimpinan fraksi, dan golongan dari BP KNIP tetap berada di
Yogyakarta untuk “selalu siap bersidang”. Upaya menarik simpati
639
rakyat Belanda dilakukan oleh Wakil Ketua I BP KNIP, Iskandar
Tejasukmana. Ia menyampaikan pidato melalui radio kepada rakyat
Belanda agar memprotes keputusan pemerintahnya yang melakukan
637 Deliar Noer dan Akbarsyah, 2005, Op.Cit., hlm. 141
638 Ibid., hlm. 146-147
639 Dengan demikian, sejak Agresi Militer Belanda I, domisili KNIP dari yang semula di Purworejo
berpindah ke Yogyakarta. (Lihat Sidang VI/Rapat ke I Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat di
Jogjakarta. ANRI, Arsip BP KNIP No. 98 [4 Agustus 1947])
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 379
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 05 CETAK.indd 379 11/18/19 4:53 AM