Page 61 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 61
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Fabrieksnijverheid (Industri Pabrik), M untuk Marine (Angkatan Laut),
O untuk Onderwijs (Pendidikan), P untuk Particuliere landerijen (Lahan
Partikelir), R untuk Regeeringsverklaring (Penjelasan Pemerintah), serta
V untuk Volksraad dan Vreemde Oosterlingen (Orang Timur Asing). 113
Sepanjang tahun-tahun pertama Volksraad berdiri, kondisi
sosial ekonomi masyarakat memburuk. Cadangan makanan menipis,
khususnya beras. Keresahan semakin meluas. Hal tersebut ditandai
dengan munculnya kerusuhan di berbagai daerah yang terdapat
pabrik gula karena aksi para buruhnya maupun aksi massa setempat
yang membakar perkebunan tebu. Pada bulan Januari 1919, Volksraad
menyelenggarakan sidang istimewa karena masalah kelangkaan
pangan. Saat itu, di dalam masyarakat muncul dua pendapat untuk
mengatasi kelangkaan pangan. Pendapat pertama menginginkan
upaya penciutan lahan perkebunan tebu, yang langsung mendapat
dukungan dari penduduk Bumiputra. Sementara, pendapat kedua
menentang upaya tersebut dan mendapat dukungan dari masyarakat
Eropa, terutama dari kelompok pengusaha gula yang mengancam
pemerintah akan menuntut ganti rugi jika lahan perkebunan tebu
Demikian pula diciutkan. Meskipun didesak untuk mengambil keputusan, Gubernur
Jenderal tidak juga memberikan kepastian. 114
dengan situasi di Demikian pula dengan situasi di dalam Volksraad. Ada kelompok
dalam Volksraad. yang mendukung dan tentunya ada pula yang menentang penciutan
Ada kelompok ladang tebu tersebut. Mereka yang menentang berargumen bahwa
yang mendukung menurut perhitungan, penciutan ladang tebu sebesar 25% ternyata
hanya mampu menaikkan produksi beras sebanyak 1,5% saja. Belum
dan tentunya lagi munculnya masalah lain akibat penciutan, yaitu pengangguran.
ada pula yang Dari kalangan partai politik pergerakan, seperti Sarekat Islam dan
menentang Budi Utomo, opsi penciutan ladang tebu mendapatkan dukungan
penciutan ladang besar. Misalnya, Dr. Rajiman berpendapat bahwa penciutan ladang
tebu mutlak diperlukan, bahkan jika perlu diciutkan hingga 100%, atau
tebu tersebut. dengan kata lain semua lahan. 115
Sementara itu, dalam menanggapi perbedaan pendapat
mengenai penciutan ladang tebu, para bupati yang juga duduk di
Volksraad tidak secara terang-terangan mengemukakan pendapatnya.
Jayadiningrat, misalnya, menyimpan pendapatnya dalam hati. Di satu
sisi, Jayadiningrat tidak ingin rakyatnya menderita, tapi di sisi lain,
113 Handelingen van den Volksraad, De Tweede Gewone Zitting 1918-1919, Bijlage, hlm. 12-14
114 Atashendartini Habsjah (ed.), 2008, Perjalanan Panjang Anak Bumi: Biografi R.M.A.A. Koesoemo
Oetoyo (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), hlm. 122
115 Ibid., hlm. 123
dpr.go.id 56
A BUKU SATU DPR 100 BAB 02A CETAK.indd 56 11/18/19 4:48 AM