Page 276 - BUKU NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN
P. 276

MENYERAP ASPIRASI MENCIPTAKAN SOLUSI
            NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN



            semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Kalau
            dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal
            dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah
            dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN,” ujar Rini saat ditemui
            di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (1/10/2015), seperti dimuat Kompas.com.
                  Menanggapi keputusan itu, Menteri Perhubungan saat itu Ignasius
            Jonan sempat mengingatkan agar petimbangannya jangan hanya soal biaya
            yang lebih murah, tapi yang utama justru aspek keselamatan. Namun Rini
            mengatakan, pemerintah ingin proyek ini bersifat business to business (B to
            B) dan China menyetujuinya. Faktor inilah yang diduga menjadi alasan Jonan
            tidak menghadiri acara  groundbreaking proyek ini oleh Presiden Jokowi pada
            21 Januari 2016, di  perkebunan teh Mandalasari, Maswati, Kecamatan Cikalong
            Wetan, Kabupaten Bandung Barat.
                  Secara resmi ada tiga alasan dikemukakan Rini mengenai mengapa
            memilih kereta cepat China daripada Jepang. Pertama, China menawarkan
            akan  menggunakan  skema  business  to  business  (b  to  b).  Kedua,  tidak
            menggunakan dana APBN. Ketiga, tanpa meminta jaminan pemerintah. Di
            balik itu ada hal lain yaitu janji transfer teknologi.
                                               Meski menerima, Dubes  Tanizaki
                                         sempat mengemukakan kekecewaannya atas
                                         keputusan pemerintah Indonesia. Pasalnya,
                                         Jepang  telah mengeluarkan dana  yang
                                         cukup besar untuk melakukan studi awal atas
                                         permintaan Indonesia sendiri. Tidak kurang dari
                                         US$ 4 juta dana hibah Jepang yang disalurkan
                                         melalui  JICA. Kemudian teknologi  yang
                                         ditawarkan Jepang jauh lebih tinggi, termasuk
                                         dari sisi keamanan.
                                              Tidak  hanya  pemerintahannya,
                                         masyarakat Jepang juga banyak yang kecewa
                                         dan ini tentu bisa dimaklumi. Seperti dikatakan
                                         Rachmat Gobel, bagi masyarakat Jepang
                                         teknologi  kereta cepat  Shinkansen yang
                                         ditawarkan  Jepang ke Indonesia bukan
                                         sekadar barang industri, tapi sudah menjadi



           284   dpr .g o.id
   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281