Page 64 - BUKU DAULAT RAKYAT FAHRI HAMZAH
P. 64
BAB I
Dr. Fadli Zon, M.Sc
ISU-ISU KONTEMPORER DEMOKRASI
telah dikritik karena masalah strukturalnya. Jika sistem
ini melibatkan terlalu banyak partai politik, hal itu
dapat menyebabkan mayoritas yang tidak stabil dan
pemerintahan yang tidak menentu karena pemilihan
suara yang sering menyebabkan krisis kabinet sering
terjadi (Sartori, 1976). Meskipun krisis kabinet tidak selalu
berarti krisis rezim (Riggs, 1997), kebiasaan perubahan
kabinet dapat menyebabkan ketidakstabilan politik yang
mengganggu. Dalam kasus demokrasi yang berjalan,
kurangnya stabilitas dan kepemimpinan yang kuat
dapat dianggap sebagai kelemahan utama dari sistem
parlementer. Namun demikian, tidak ada bukti yang jelas
bahwa masalah-masalah ini secara langsung berkaitan
dengan kinerja dan kualitas demokrasi. Memang, telah
dikemukakan bahwa bentuk pemerintahan demokratis
yang paling berhasil ditemukan dalam sistem parlementer
(Linz, 1990a; Mainwaring, 1993).
Lijphart (1993) berpendapat bahwa sistem parlementer
lebih merupakan sistem eksekutif yang cocok untuk
demokrasi konsensus. Sistem presidensial terlalu
mayoritas. Singkatnya, di luar perbedaan dangkal
antara sistem presidensial dan parlementer yang hanya
menekankan hubungan antara kabinet dan badan
legislatif, dimungkinkan untuk mengatakan bahwa
sistem parlementer memiliki prosedur operasional yang
51 DPR RI