Page 231 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 231
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
: sebab apakah pikiran itu dalam suatu zaman
ada begitu atau begini; historis- materialisme
menanyakan sebab-sebabnya pikiran itu berubah;
wijsgerig-materialisme mencari asalnya pikiran,
historis-materialisme mempelajari tumbuhnya
pikiran; wijsgerig-materialisme adalah wijsgerig,
historis-materialisme adalah historis.” 288
Dari hal tersebut, telihat bagaimana kehidupan politik pemerintah
setelah Indonesia merdeka. Kehidupan politik masa Demokrasi Liberal
terasa gaduh yang berkepanjangan dengan konsekuensi mengancam
berjalannya semangat pemikiran politik revolusionernya Presiden
Soekarno. Karena kehidupan politik revolusioner terancam, salah satu
“Saya benci
solusinya adalah lahirnya Nasakom pada masa Demokrasi Terpimpin.
Imperialisme! Nasakom “dilahirkan kembali” pada tahun 1960. Soekarno ingin
Saya menentang menyatukan berbagai pemikiran dan tuntutan berbagai kelompok
Kolonialisme! Dan yang telah terkristalisasi melalui beberapa partai besar pemenang
pemilu 1955. Persatuan dari konsep politik Soekarno ini ingin
saya curiga terhadap
sesegera mungkin menuntaskan Revolusi Indonesia dengan melawan
cara-cara terakhir imperialisme dan neokolonialisme melalui kepemimpinannya yang
mereka... sentralistik. Hasrat untuk melawan Imperialisme dan Kolonialisme
sering dikemukakan oleh Soekarno dalam berbagai kesempatan,
termasuk dalam pidatonya dalam Sidang PBB—Perserikatan Bangsa-
Bangsa (1958), sebagaimana yang dikemukakan oleh Cenne. Selanjutnya
Presiden Soekarno mengatakan:
“Saya benci Imperialisme! Saya menentang
Kolonialisme! Dan saya curiga terhadap cara-
cara terakhir mereka (Amerikan dan sekutu)
yang posisinya terpojok itu untuk bertahan...kami
bertekad, bangsa kami dan dunia keseluruhan tidak
boleh menjadi permainan oleh satu bagian kecil
dunia saja”. 289
Kepemimpinan yang sangat sentralistik pada diri Presiden
Soekarno, menjadikan dirinya memiliki berbagai wewenang yang
melekat pada dirinya, antara lain berwenang membentuk kabinet
sendiri; berhak membuat kebijakan yang dianggap perlu untuk
288 Ir. Soekarno, 2012. Nasionalisme, Islamisme dan Marxism, Yogyakarta: Kreasi Wacana, hlm, 83
289 Cenne, Op. Cit., hlm 41.
dpr.go.id 228