Page 253 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 253
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
sama lain, dan lantas, mengambil keputusan satu
sama lain: Marilah, sekarang ini bersama-sama kita
menguburkan semua partai!” 312
Adanya keinginan menguburkan partai-partai politik
disebabkan oleh sistem multipartai yang menjadikan kehidupan
berbangsa dan bernegara makin kehilangan orientasi untuk
melanjutkan pembangunan dan pengembangan Revolusi yang belum
selesai. Aktivitas para pemimpin partai-partai politik makin jauh dari
terselenggaranya Revolusi Nasional.
Penyebab pembubaran partai Masyumi dan PSi dapat ditelusuri
dari konflik yang cukup panjang antara kedua partai (Masyumi vs PKI)
terhadap kebangkitan kembali PKI setelah terjadi Pemberontakan
Madiun 1948 yang dipimpin PKI dan FDR (Front Demokratik Rakyat).
PKI mulai mampu memengaruhi berbagai kebijakan Presiden Soekarno
dan mulai diakomodasi dalam sistem pemerintahan. Masyumi sebagai
partai Islam secara tegas menolak kehadiran PKI dalam struktur
kabinet. Penolakan ini tentu berlawanan dengan keinginan Soekarno
Adanya yang berusaha menyatukan berbagai elemen bangsa yaitu, nasionalis,
agamis, dan komunis untuk dipersatukan sebagai kekuatan elemen
keinginan
bangsa untuk melanjutkan revolusi yang belum selesai.
menguburkan Untuk kasus penolakan dan melarang wakil-wakil Masyumi
partai-partai politik untuk ikut serta dalam kabinet, pernah juga dilakukan oleh Masyumi
disebabkan oleh dan PSI dalam Kabinet Djuanda (8 April 1957). Mereka secara tegas
menginginkan Masyumi menjalankan kebijakan politik non-akomodatif
sistem multipartai
kepada pemerintah. Memang ada dua tokoh Masyumi yang ikut serta
yang menjadikan dalam Kabinet Djuanda, yaitu Pangeran Noor sebagai Menteri Pekerjaan
kehidupan Umum, yang akhirnya dikeluarkan sebagai anggota Masyumi. Kedua,
berbangsa dan Mulyadi Joyomartono sebagai Menteri Sosial, atas inisiatifnya sendiri
keluar dari partai Masyumi. Sikap non-kooperatif Masyumi ini diambil
bernegara makin
sebagai kebijakan resmi partai. Menurut M. Natsir semata-mata hanya
kehilangan ingin mengoreksi Presiden Soekarno yang makin bersikap otoriter dan
orientasi... mendukung terkait bangkitnya komunisme dengan mengakomodasi
ideologi tersebut.
Dalam perkembangannya, konflik Partai Masyumi dan PSI dengan
Presiden Soekarno makin tajam ketika terjadi peristiwa PRRI-Permesta.
Beberapa tokoh mereka terlibat dalam peristiwa tersebut yang oleh
312 Ibid, hlm., 141.
dpr.go.id 250