Page 292 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 292
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
menandai adanya dua ideologi yang berbeda dan saling bertentangan,
yaitu ideologi Pancasila dan Komunisme. Lebih jauh, pertentangan
tersebut dapat dicermati sebagai berikut, pertama, Pancasila
berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan PKI cenderung
berlandaskan atheism; kedua, Pancasila juga berasaskan Persatuan
Indonesia, sedangkan PKI berdasarkan internasionalisme; dan
ketiga, Pancasila berasaskan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, sedangkan
komunisme berlandaskan pertentangan antarkelas.
Dengan keberhasilan PKI mendekati Presiden Sukarno,
kedudukan PKI dalam perpolitikan Indonesia saat itu semakin kuat.
Dengan Manipol harus dipegang teguh sebagai satu-satunya ajaran Revolusi
Indonesia sehingga kedudukan Pancasila tergeser oleh Manipol. Secara
keberhasilan tegas, D.N. Aidit menyatakan bahwa Pancasila hanya dibutuhkan
PKI mendekati sebagai alat pemersatu. Kalau rakyat Indonesia sudah bersatu,
Presiden Sukarno, Pancasila tidak diperlukan lagi. Keadaan semacam ini menggelisahkan
kedudukan PKI berbagai kalangan yang sepenuhnya meyakini Pancasila sebagai Dasar
Negara dan pandangan hidup. Sekelompok wartawan yang mempunyai
dalam perpolitikan keyakinan kuat terhadap Pancasila membentuk Badan Pendukung
Indonesia saat itu Sukarno-isme (BPS). BPS memiliki harapan besar agar Presiden
semakin kuat. Sukarno berpaling dari PKI dan menempatkan diri di pihak pembela
Pancasila. Namun, dukungan ini tidak diterima oleh Presiden Sukarno.
Bahkan sebaliknya, BPS justru dilarang kehadirannya. 400
Di antara partai-partai yang tetap menentang PKI terdapat Partai
Murba. Namun, akhirnya PKI berhasil mempengaruhi Presiden Sukarno
untuk membubarkan Partai Murba. PKI juga berhasil menyusup ke
dalam tubuh partai-partai dan beberapa organisasi lain yang ada pada
waktu itu. Penyusupan PKI itu mengakibatkan pecahnya PNI menjadi
dua, yaitu PNI pimpinan Ali Satroamijoyo yang disusupi oleh tokoh
PKI, yaitu Ir. Surachman, sehingga haluannya menjadi sejalan dengan
PKI. Sementara itu, tokoh-tokoh marhaenis sejati malah kemudian
dikeluarkan dengan dalih mereka adalah marhaenis gadungan. Mereka
ini kemudian membentuk kepengurusan sendiri di bawah pimpinan
Osa Maliki dan Usep Ranawijaya. Kemudian kepengurusan ini dikenal
401
sebagai PNI Osa-Usep.
Satu-satunya kekuatan sosial politik terorganisasi yang mampu
menghalangi PKI dalam usahanya merobohkan Republik Indonesia
400 Ibid.
401 Ibid.
dpr.go.id 290