Page 384 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 384
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
kepada Letjen Soeharto dengan surat perintahnya tanggal 11 Maret 1966
dan tentang masalah pendidikan sebagai akibat petualangan Gerakan
30 September. Pernyataan itu ditandatangani Menko/Ketua DPR-GR
dengan keempat Menteri Wakil Ketua. Berkaitan dengan Surat Perintah
11 Maret 1966, DPR-GR menyatakan mendukung sepenuhnya dan
berterima kasih atas kepercayaan tugas dari Presiden Soekarno kepada
Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan guna menyelamatkan
revolusi dan menjaga kewibawaan pribadi Bung Karno. DPR-GR juga
mendukung kebijaksanaan Men/Pangad yang atas nama presiden
telah membubarkan dan melarang PKI beserta ormas-ormasnya. DPR-
GR menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia mendukung Men/
Pangad dalam melaksanakan tugasnya dan memohon kepada presiden
untuk membersihkan lembaga-lembaga negara dari unsur komunis. 567
Pembukaan Masa Sidang IV DPR-GR tahun 1965-1966 tanggal
2 Mei 1966 semula dimaksudkan untuk mendengar keterangan
pemerintah yang akan disampaikan Wakil Perdana Menteri Bidang
Lembaga-lembaga Politik Dr. Ruslan Abdul Gani, tetapi yang
bersangkutan berhalangan hadir. Dalam sidang yang dipimpin H.
Ahmad Syaichu, anggota DPR-GR bisa memperlihatkan kepada rakyat
bahwa Dewan membawakan aspirasi rakyat. Dahlan Ranuwiharjo
mengusulkan agar pimpinan DPR-GR tidak menjadi anggota kabinet,
dan tidak lagi mempergunakan “Yang Mulia Ketua”. Ia juga minta agar
rapat pertama ini membahas masalah pimpinan DPR-GR dipilih oleh
DPR-GR dalam sidang pleno DPR. 568
Sidang pertama itu sempat diinterupsi kehadiran delegasi
Angkatan 66. Ketua Presidium KAMI, Cosmas Batubara. Ketika itu ia
menyampaikan nota politik KAMI, yang salah satu isinya menyatakan
lembaga-lembaga negara yang ada, DPR-GR, MPRS, dan DPA tidak
sah dan tidak mempunyai dasar hukum karena ketentuan-ketentuan
Sidang pertama dalam UUD 1945 tidak dipenuhi. Di tengah keadaan yang tidak
itu sempat menentu itu, Presiden Soekarno menyatakan akan membubarkan
MPRS, DPR-GR, dan DPA, lalu kembali membentuk KNP sebagaimana
diinterupsi
diamanatkan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
kehadiran Hal ini kemudian ditentang oleh Wakil Perdana Menteri V Bidang
delegasi Hankam, Letjen TNI Soeharto, dengan alasan kalau DPR-GR, MPRS,
Angkatan 66. dan DPA dibubarkan. Dalam kondisi waktu itu, secara yuridis segala
kekuasaan akan berada di tangan presiden. Presiden Soekarno akhirnya
567 Kompas, 17 Maret 1966.
568 Aisyah Aminy, Op.Cit, hlm. 181-182.
dpr.go.id 384