Page 90 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 90
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Ekonomi Terpimpin, serta Manifesto Politik sesungguhnya merupakan
konsep-konsep yang berasal dari ide Presiden Soekarno. Artinya, DPR
yang “baru” harus menyetujui dan mau melaksanakan konsep presiden.
Selain itu, secara tegas dinyatakan pula dalam Penetapan
Presiden nomor 4 Tahun 1960 tentang Susunan Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong bahwa keanggotaan DPR-GR diangkat dan
diberhentikan oleh presiden (pasal 3), termasuk Ketua DPR-GR
dan para wakilnya (pasal 5). Terlepas dari konteks negara yang
129
saat itu “darurat” dan tengah melakukan pembenahan kembali
ketatanegaraannya berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hal ini
tetaplah menunjukkan adanya rezimentasi tangan presiden yang kuat
atas negara. Lebih jauh, pada saat upacara pelantikan para wakil ketua
DPR-GR tanggal 5 Januari 1961, Presiden Soekarno menjelaskan lagi
kedudukan DPR-GR, yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu Presiden/
Mandataris MPRS yang akan memberi sumbangan tenaga kepada
presiden untuk melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh
MPRS.
Perihal manifesto politik (manipol), awalnya berasal dari pidato
Soekarno pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1959 yang
berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato ini merupakan
penjelasan dan pertanggungjawaban atas Dekrit Presiden 5 Juli 1959
serta garis kebijakan umum Presiden Soekarno dalam mencanangkan
sistem Demokrasi Terpimpin. Soekarno menyerukan dibangkitkannya
Perihal manifesto kembali semangat revolusi, keadilan sosial, serta pelengkapan kembali
lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi negara demi revolusi
politik (manipol), yang berkesinambungan. Pada bulan September 1959, DPAS yang juga
awalnya berasal baru dibentuk mengusulkan dengan suara bulat kepada pemerintah
dari pidato agar pidato presiden tersebut dijadikan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN), dan dinamakan “Manifesto Politik Republik Indonesia
Sukarno pada (Manipol)”. Presiden Soekarno menerima baik usul itu. 130
peringatan Hari Oleh karena itu, pada awal tahun 1960, kaidah ini pun menjadi
Kemerdekaan terlihat rumit karena ditambahkan kata USDEK di belakangnya.
17 Agustus 1959 Manipol USDEK pun lalu dijadikan definisi resmi dari ortodoksi
yang berjudul ideologi. Makna sesungguhnya dari kata tersebut tergantung pada
siapa yang mendukungnya. Saat ada keharusan mendukung Manipol-
“Penemuan USDEK, sebagian kalangan menolak. Pers misalnya, beberapa redaktur
Kembali Revolusi yang pro-Masyumi dan pro-PSI menolak melakukannya. Akibatnya,
surat kabar mereka dilarang terbit.
Kita”.
129 Ibid., hlm. 97-98
130 Amin, S.M., Indonesia di Bawah Rezim Demokrasi Terpimpin, Jakarta : Tintamas, 1967, hlm.
192-193
dpr.go.id 84