Page 223 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 223
PER AN DPR D AN MUNCULNYA KRITIK
TERHAD AP ORDE B ARU 19 77 - 1982
memandang kekuatan terbesar Golkar terletak pada Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Untuk menjamin suara dari PNS, Amir Machmud,
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), mengeluarkan Peraturan Menteri
(Permen) No 12 Tahun 1969 tentang monoloyalitas PNS. Permen No
12 mengandung larangan bagi PNS masuk ke partai politik (parpol)
dan memaklumatkan bahwa loyalitas semua PNS hanya boleh pada
negara. Saat itu, Pemerintahan Soeharto menyebut bahwa Sekber
195
Golkar tidak termasuk parpol; Sekber Golkar merupakan gabungan dari
pelbagai organisasi kekaryaan dan profesi bersifat cair yang berideologi
Pancasila, sedangkan parpol terdiri atas orang-orang berideologi
sempit, berdasarkan agama atau aliran politik tertentu saja. Orde Baru
memandang ideologi Pancasila berada di atas segalanya dan menjadi
pemersatu elemen bangsa. Ideologi Pancasila mendukung stabilitas
kehidupan politik negara. Di atas stabilitas kehidupan politik negara
itulah roda pembangunan dan ekonomi bergerak.
Gagasan untuk mengendalikan kekuatan ideoligis yang
terkonsentrasi dalam tubuh partai-partai politik itu di kemudian
hari tertuang ke dalam program penyederhadaan partai (fusi partai-
partai politik) yang dimainkan oleh Pemerintahan Soeharto. Rencana
penyederhanaan partai politik terbagi atas tiga tahap. Pertama,
pengelompokan identitas partai politik seperti kelompok nasionalis,
spiritualis, dan karya. Kedua, pembentukan fraksi di parlemen
menjadi empat, yaitu fraksi ABRI, Golkar, Persatuan Pembangunan,
Sekber Golkar dan Demokrasi Pembangunan. Ketiga, proses fusi berbagai partai
merupakan politik menjadi tiga partai. Proses fusi memerlukan landasan hukum.
gabungan dari Maka parlemen perlu Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepartaian
pelbagai organisasi dan Golkar. Golkar mencoba menyusun RUU itu sesuai keinginan
kekaryaan dan Pemerintahan Soeharto agar membatasi lebih lanjut kemampuan
196
profesi bersifat cair partai untuk bersaing dengan Golkar. Mereka melobi fraksi lain
yang berideologi untuk menyepakati RUU supaya menjadi Undang-Undang (UU). Lobi
Pancasila. itu memerlukan waktu empat tahun ketika akhirnya Undang-Undang
No 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar disahkan pada
15 Agustus 1975. UU No 3 Tahun 1975 memuat beberapa ketentuan
mengenai partai politik dan Golkar.
UU tersebut mencegah pegawai negeri sipil bergabung dengan
partai, membatasi piliihan asas ideologis partai pada Pancasila dan
195 Daniel Dhakidae, “Pemilihan Umum di Indonesia Saksi Pasang Naik dan Surut Partai Politik”,
1981, Jakarta, Prisma 9 September, hal..l 31.
196 R. Williams Liddle, 1992., Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik, Jakarta:
LP3ES, Hal. 40.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 219
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Bab IV.indd 219 11/21/19 18:13