Page 33 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 33

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN




                                                         Kenyataan di atas secara tidak langsung mencerminkan
                                                   rendahnya kualitas, kompetensi, dan komitmen anggota DPR. Hal
                                                   ini terutama dikarenakan proses rekrutmen mereka untuk duduk di
                                                   lembaga perwakilan (dan lembaga-lembaga negara lainnya) dilakukan
                                                   secara tertutup dan ditentukan sepenuhnya berdasarkan kriteria yang
                                                   dibuat sepihak oleh Soeharto melalui mekanisme Litsus (penelitian
                                                   khusus). Tidak terkecuali termasuk untuk calon anggota DPR, yang
                                                   berarti juga menjadi anggota MPR, dari PPP dan PDI, dua parpol
                                                   “penggembira” yang tidak luput dari kontrol penguasa, meski dihasilkan
                              UUD 1945             lewat pemilu yang rutin digelar setiap 5 tahun. Nama-nama yang
                 memberikan begitu                 diseleksi ada dalam daftar yang diajukan  panitia yang telah ditunjuk
                   banyak kekuasaan                Soeharto. Panitia yang bertugas mencari calon anggota legislatif ialah
                     kepada eksekutif,             militer di setiap daerah. Ketika itu, Soeharto dalam memilih anggota
                  tanpa menyertakan                legislatif melihat semua golongan dan suku (meskipun tidak semua
                         sistem kontrol            suku terwakili) demi terwakilinya semua golongan masyarakat di
                  konstitusional yang              DPR, meskipun kebanyakan dari mereka adalah kalangan birokrat

                              memadai.             dan militer, termasuk yang sudah pensiun. Misalnya, golongan petani,
                                                   buruh, cendekiawan, budayawan, dan lain sebagainya. Kekurangan yang
                                                   dirasakan dari sistem ini adalah rakyat tidak mengetahui siapa yang
                                                   ada di badan legislatif karena anggota yang menetapi kursi DPR dipilih
                                                   oleh wakil anggota politiknya sendiri. Mereka hanya sebatas bebas
                                                   memilih partai yang disukainya yang ikut dalam pemilu. Sebaliknya,
                                                   bagi Soeharto hal ini menguntungkan pada saat pemilihan presiden
                                                   oleh MPR. Sebab, anggota DPR dan MPR yang merasa berutang budi
                                                   kepada dirinya karena telah menjadikan diri mereka sebagai anggota
                                                   lembaga legislatif membalasnya budi dengan menetapkan Soeharto
                                                   kembali menjadi presiden. Meski begitu, mekanisme recall (pemecatan
                                                   keanggotaan dewan) selalu siap dimainkan dan menjadi instrumen
                                                   efektif Soeharto kalau kedapatan ada anggota DPR yang dinilai kritis
                                                   dan melawan pemerintah.
                                                         Terlepas dari semua itu, lemahnya kedudukan legislatif tersebut
                                                   karena UUD 1945 sebelum perubahan, yang dipedomani rezim Orde
                                                   Baru sehingga terkesan disakralkan, sejatinya adalah sebuah konstitusi
                                                   yang “sarat eksekutif”. Ini berarti bahwa UUD 1945 memberikan begitu
                                                   banyak kekuasaan kepada eksekutif, tanpa menyertakan sistem kontrol
                                                   konstitusional yang memadai. Dikatakan, bahwa di bawah UUD 1945
                                                   presiden adalah kepala pemerintahan atau eksekutif dan kepala negara.
                                                   Sementara, DPR terbatas hanya memiliki wewenang dan tugas pada
                                                   tiga hal saja, yakni (1) bersama-sama dengan pemerintah menetapkan





                                       dpr.go.id   24





         Bab I.indd   24                                                                                            11/21/19   17:50
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38