Page 30 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 30
P E N D A H U LU A N
dan 1982, misalnya, militer mendapatkan jatah 75 kursi dari seluruh
460 kursi DPR. Jumlah tersebut belum termasuk kursi yang diduduki
oleh para anggota ABRI yang berada di Fraksi Golkar (jalur G) dan
Fraksi Utusan Daerah di MPR yang berasal dari keluarga besar ABRI
(KBA). Jika dilihat kursi tersebut, tampak jelas betapa militer Indonesia
terlalu banyak terwakili (over represented) di DPR, apalagi jika dilihat
bahwa satu kursi merupakan wakil bagi sekitar 300.000-500.000 jiwa.
Jika dihitung jumlah anggota ABRI (termasuk Polri) sekitar 500.000,
seharusnya ABRI hanya berhak mendapatkan jatah 1 kursi. Namun,
militer selalu berdalih bahwa wakil-wakil mereka di parlemen tidaklah
30
Sejatinya, pemilu- hanya mewakili ABRI, melainkan mewakili kepentingan rakyat.
pemilu Orde Baru Pemilu di era Orde Baru sendiri baru terlaksana pada 5 Juli
yang terlaksana 1971, bukan pada 1968 sebagaimana diamanatkan Tap MPRS Nomor
secara periodik XI/MPRS/1966 tersebut di atas. Sebelumnya, ketetapan ini diubah
dan teratur tersebut pada Sidang Umum MPRS 1967 oleh Jenderal Soeharto, dengan
menetapkan bahwa pemilu akan diselenggarakan pada 1971. Hal ini
adalah sebagai merupakan strateginya untuk memberi diri dan kekuatan Orde Baru
pengukur yang lainnya waktu yang cukup guna menyiapkan kekuatan politik sipil
tidak sempurna baru yang dalam pandangannya lebih mudah dikendalikan. Organisasi
kehendak politik itu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang
rakyat. kemudian lebih dikenal dengan nama Golkar. Selain itu, pemerintah
Orde Baru melakukan ‘pelemahan’ atau mengeliminasi kekuatan-
kekuatan yang secara historis dinilai berpotensi mengganggu stabilitas
dan merongrong kewibawaan pemerintah. Pelemahan itu dilakukan
antara lain terhadap pendukung Soekarno, kelompok Partai Sosialis
Indonesia (PSI), dan kelompok Islam fundamentalis (yang sering
disebut kaum ekstrem kanan). Bersamaan dengan itu, menjelang
Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan UU No. 15
Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Dalam hubungannya dengan
pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971
berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan
UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap
daerah pemilihan (sistem proporsional).
Sejatinya, pemilu-pemilu Orde Baru yang terlaksana secara
periodik dan teratur tersebut adalah sebagai pengukur yang tidak
sempurna kehendak politik rakyat. Semua itu mencerminkan proses
30 Ikrar Nusa Bhakti, “Militer dan Parlemen di Indonesia,” dalam Panduan Parlemen Indonesia
(Jakarta: Yayasan API, 2001), hlm. 201.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 21
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Bab I.indd 21 11/21/19 17:50