Page 25 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 25
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
paternalistik. Hubungan ini berdasarkan kemauan timbal balik untuk
saling memberi dan menerima secara informal antara dua pihak yang
masing-masing tidak sama tinggi derajatnya. Istilah ini juga merujuk
pada terminologi “bapakisme” dalam struktur birokrasi. Oleh karena
20
itu, muncul pulalah sindiran “asal bapak senang” (ABS) atau as long
as bos in happy untuk menggambarkan hubungan tersebut. Selain
21
upaya institusionalisasi, pemerintah Orde Baru juga mengawasi sektor
publik, seperti pers, aktivis mahasiswa, dan kehidupan intelektual.
22
1.4. Lembaga Badan Perwakilan Rakyat
dalam Sistem Politik Orde Baru
Dalam
pemerintahan Orde Dalam pemerintahan Orde Baru yang memiliki ciri otoritarian
Baru yang memiliki dalam praktik presidensialisme, lembaga eksekutif/presiden mampu
ciri otoritarian mengontrol legislatif, bahkan dapat ikut andil dalam menetapkan
kebijakan yang dikeluarkan badan perwakilan rakyat itu. Lembaga
dalam praktik negara pada masa pemerintahan Orde Baru terdiri atas lembaga
presidensialisme, tertinggi negara (MPR) dan lembaga tinggi negara (Presiden, DPR,
lembaga eksekutif/ Mahkamah Agung [ MA], Dewan Pertimbangan Agung [ DPA], dan
presiden mampu Badan Pemeriksa Keuangan [BPK]). 23 MPR sebagai lembaga tertinggi
mengontrol negara memiliki wewenang: (1) menetapkan Undang-undang Dasar,
legislatif... (2) Menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan (3) memilih
Presiden dan Wakil Presiden. Anggota MPR pada masa Orde Baru
adalah anggota DPR ditambah dengan utusan golongan dan utusan
daerah. 24
Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan negara yang
tertinggi dan secara eksplisit dijelaskan dalam penjelasan UUD 1945
bahwa kekuasaan dan tanggung jawab pemerintahan ada di tangan
Presiden. Pada zaman Orde Baru, lembaga kepresidenan menjadi
pemegang konsentrasi kekuasaan negara dengan argumentasi untuk
mengembalikan posisi dan aturan permainan lembaga-lembaga
negara sesuai dengan UUD 1945 setelah belajar dari pengalaman
20 Yahya Muhaimin, “Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia”, hlm. 25.
21 Francois Raillon, Ideologi dan Politik Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi
Orde Baru 1966-1974. terj. Nasir Tamara (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 250 dan Aspinall, Edward.
2005. Opposing Soeharto: Compromise, Ressistance, and regime Change in Indonesia. Stamford:
Stamford University Press.
22 M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut (Jakarta:
Rajawali Pers, 1993), hlm. 60.
23 Belajar dari pengalaman Orde Lama yang mengubah demokrasi berdasarkan permusayawaratan
perwakilan menjadi demokrasi terpimpin, kedaulatan di tangan rakyat diubah menjadi suara
penyambung lidah rakyat, DPR hasil pemilu dibubarkan, hukum konstitusional diganti hukum
revolusi (dan Presiden diangkat oleh hukum revolusi), pengangkatan Presiden seumur hidup, dan
MPRS berpindah ke tangan pemimpin besar revolusi. Lihat: Ali Moertopo, Strategi Pembangunan
Nasional...Op. Cit., hlm. 134 dan hlm. 1
24 Ibid., hlm. 156; juga B. N. Marbun, DPR-RI Pertumbuhan...Op. Cit., hlm. 46.
dpr.go.id 16
Bab I.indd 16 11/21/19 17:50