Page 23 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 23
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
kembali struktur politik. Pada 27 Februari 1970, Soeharto
bertemu dengan para pemimpin partai untuk membicarakan
rencana pemerintah mengurangi jumlah partai dengan
pengelompokannya menjadi dua kelompok. Pertemuan
tersebut menghasilkan pembentukan dua kelompok koalisi
dalam DPR pada bulan Maret 1970:
a. Kelompok Demokrasi Pembangunan, yang terdiri atas PNI,
IPKI, Murba, Partindo, dan Partai Katolik; dan
b. Kelompok Persatuan Pembangunan, yang terdiri atas NU,
Parmusi, PSII, dan Perti.
Langkah terakhir itu dilakukan setelah Pemilu 1971. Menyusul
pukulan berat yang mereka terima akibat hasil pemilu dan tekanan
Sejak saat itu, bertubi-tubi dari pemerintah, kesembilan partai politik itu pun
Indonesia memiliki akhirnya setuju untuk berfusi menjadi dua partai. Pada 5 Januari 1973,
sistem tiga partai, Kelompok Persatuan Pembangunan yang beraspirasi Islam manjadi
yaitu Golkar, PPP, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan pada 10 Januari
dan PDI dan terus 1973 Kelompok Demokrasi Pembangunan menjadi Partai Demokrasi
berlangsung hingga Indonesia (PDI). Sejak saat itu, Indonesia memiliki sistem tiga partai,
pada pemilu 1997. yaitu Golkar, PPP, dan PDI dan terus berlangsung hingga pada pemilu
1997.
Bersamaan dengan restrukturisasi politik, menurut Affan Gaffar,
pemerintah menciptakan iklim politik yang tidak mengizinkan. Iklim
16
politik yang dimaksud adalah upaya depolitisasi yang sistematis. Lebih
jauh lagi, ia menggolongkan proses depolitisasi menjadi dua macam,
yakni depolitisasi argumen melalui massa mengambang. Depolitisasi
argumen adalah toleransi yang rendah terhadap ide atau pendapat
yang berbeda dengan pihak penguasa. Kritik yang berasal dari kalangan
masyarakat dianggap suatu yang mengganggu kewibawaan pemeritah
dan dapat mengganggu stabilitas nasional.
Depolitisasi argumen kentara dalam mekanisme recall terhadap
anggota DPR yang berbeda pendapat dengan pemerintah. Pendisiplinan
model ini memungkinkan pimpinan partai menarik wakilnya dari
DPR apabila tidak mengikuti peunjuk partai. Pendekatan seperti ini
mengurangi keragaman pendapat dalam legislatif.
Depolitisasi juga terwujud melalui penciptaan sistem massa
mengambang atau floating mass pada tingkat perdesaan. Artinya,
16 Affan Gaffar, “Partai Politik, Elite, dan Massa dalam Pembangunan Nasional,” dalam Ahmad
Zaini Abar (ed.), Beberapa Aspek Pembangunan Orde Baru: Esei-Esei dari Fisipol Bulaksumur
(Surakarta: CV. Ramadhani, 1990), hlm. 18-20.
dpr.go.id 14
Bab I.indd 14 11/21/19 17:50