Page 24 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 24
P E N D A H U LU A N
perdesaan merupakan area terlarang bagi segala bentuk aktivitas
politik. Konsekuensi dari kebijakan ini adalah terputusnya mata rantai
aspirasi rakyat desa dan turunnya bargaining position dari PDI dan PPP.
Walaupun demikian, Golkar mampu menjangkau kalangan perdesaan.
Pasalnya, pejabat desa maupun kecamatan merupakan kader-kader
Golkar yang aktif. Tidak hanya di perdesaan, depolitisasi juga dilakukan
di kampus, menyusul lahirnya konsep NKK/BKK di dalam kehidupan
kampus pada 1978.
Kedua adalah politisasi birokrasi. Aparatur birokrasi merupakan
elemen terbesar dari Golkar. Afiliasi birokrasi dengan Golkar
merupakan suatu kekuatan politik. Anggota DPR yang berasal dari
Golkar didominasi oleh pegawai negeri. Birokrasi berperan besar dalam
memformulasikan dan melegitimasi kebijakan pemerintah.
Gejala di atas menunjukkan bahwa pemerintah Orde Baru
“mengebiri peran politik partai politik”. Kedua partai, yakni PPP
dan PDI, tercerabut dari grass rootnya. Hubungan antara elite dan
konstituen terhambat dengan adanya kebijakan floating mass tersebut.
Sementara, afiliasi aparatur desa dengan Golkar menjadi sarana yang
efektif bagi Golkar untuk melakukan penetrasi politiknya. Tidak
heran, gejala politik yang umum muncul kemudian ialah “kuningisasi”
(mengacu pada warna kebesaran Golkar, yakni kuning).
Golkar tampil sebagai kekuatan politik yang hegemonik.
Semenjak memenangkan pemilu perdana Orde Baru pada 1971, Golkar
17
Birokrasi menjadi memegang agenda politik tunggal di Indonesia. Sebaliknya, PPP
kekuatan politik maupun PDI kurang berperan dalam proses pengambilan kebijakan.
ketika partai politik Alhasil, keadaan ini pada gilirannya telah menumbuhkan sistem
tidak mampu kompetisi kepartaian yang tidak seimbang.
melakukan Karl D. Jackson (1970) berpendapat bahwa sistem politik di
perimbangan Indonesia tahun 1970-an merupakan bureucratic polity atau masyarakat
18
kekuasaan dan politik birokrasi. Dalam sistem ini, kekuasaan dan partisipasi politik
dalam membuat keputusan berada di tangan birokrat. Birokrasi
kontrol dan menjadi kekuatan politik ketika partai politik tidak mampu melakukan
kekuatan massa perimbangan kekuasaan dan kontrol dan kekuatan massa yang pasif.
yang pasif. Restrukturisasi birokrasi menciptakan monoloyalitas bagi
pegawai negeri sipil, selain juga menciptakan birokrasi yang
19
17 Affan Gaffar, “Partai Politik, Elite, dan Massa dalam Pembangunan Nasional,” hlm. 16.
18 Yahya Muhaimin, “Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia,” dalam Ahmad Zaini Akbar (ed.). Beberapa
Aspek Pembangunan Orde Baru: Esei-Esei dari Fisipol Bulaksumur (Surakarta: CV. Ramadhani,
1990), hlm. 32.
19 Affan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.
236.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 15
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Bab I.indd 15 11/21/19 17:50