Page 31 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 31

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN




                                                   elektoral yang dikelola secara dikontrol sangat ketat hasil rancangan
                                                   pemerintah, yang kekuasaannya terutama berasal dari dukungan ABRI,
                                                   untuk memperlihatkan keabsahannya kepada rakyatnya dan dunia
                                                   luar, sementara pada saat bersamaan menghindari sejuah mungkin
                                                   pertarungan nyata di antara kekuatan-kekuatan politik yang bersaing.
                                                   Namun, pemilu itu juga mempertunjukkan unsur-unsur perwakilan
                                                   sebenarnya, seperti yang secara paradoks tetapi meyakinkan
                                                   diperlihatkan oleh peningkatan suara Golkar pada setiap pemilu yang
                                                   rutin digelar setiap lima tahun sekali.
                                                         Di enam pemilu Orde Baru, Golkar memperoleh kemenangan
                                                   mutlak yang mencapai titik tertinggi di pemilu terakhir, di tahun
                                                   1997, dengan meraih 74,51%, atau hanya setahun sebelum jatuhnya
                                                   Soeharto. Keberhasilan-keberhasilan itu sebagian besar berkait
                                                   dengan pengaturan pemerintah atas UU Pemilu dan UU Kepartaian
                                                   serta peraturan-peraturan pelaksanaannya yang menguntungkannya,
                                                   organisasi dan taktik yang diterapkan Golkar, dan manipulasi
                      DPR pada masa                pemerintah  terhadap partai-partai yang tidak memerintah. UU Pemilu
                     Orde Baru bukan               dan UU Kepartaian secara sistematis melakukan diskriminasi yang
                        hanya “tukang              menguntungkan Golkar. Misalnya, melarang pembentukan cabang-
                   stempel” kebijakan              cabang partai di bawah tingkat provinsi (di mana Golkar hadir dalam
                 pemerintah, seperti               wajah politik birokrasi), membatasi masa kampanye (45 hari di di

                          digambarkan              masa lalu, 25 hari di tahun 1987), melarang kampanye yang mengkritik
                     banyak kalangan               kebijakan-kebijakan pemerintah, dan memberikan kekuasaan badan-
                             selama ini,           badan pemerintahan lokal pro-Golkar yang bisa digunakan sesukanya
                    melainkan secara               atas izin pertemuan kampanye dan rapat umum.
                                                         Alhasil, DPR pada masa Orde Baru bukan hanya “tukang stempel”
                       sinergis bahkan             kebijakan pemerintah, seperti digambarkan banyak kalangan selama
                         telah menjadi             ini, melainkan secara sinergis bahkan telah menjadi bagian dari
                             bagian dari           pendukung rezim Soeharto. Tidak heran, peristiwa-peristiwa besar di

                    pendukung rezim                negeri ini yang bertentangan dengan rasa keadilan, tidak demokratis,
                               Soeharto.           dan melanggar hak asasi manusia sehingga menjadi perhatian
                                                   masyarakat luput dari penanganan DPR. Di antaranya, peristiwa
                                                   “Malari”, pemberlakuan daerah operasi militer (DOM) di Aceh pada
                                                   kurun tahun 1980-1990, penembakan miterius (petrus) (1982-1985),
                                                   peristiwa Tanjung Priok (1984), kasus tanah di Kedungombo (1988),
                                                   penyerangan kantor DPP PDI di Jakarta pada 27 Juli 1996, kasus Timor
                                                   Timur (1975-1998), dan peristiwa Mei 1998.









                                       dpr.go.id   22





         Bab I.indd   22                                                                                            11/21/19   17:50
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36