Page 380 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 380
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
tokoh pendiri Soksi, Kino Golkar dan anggotanya terdiri atas wakil-
wakil keempat fraksi di DPR. Pembahasan RUU mengenai Pemilu (UU
No. 1/1985) dan Susunan serta Kedudukan MPR/DPR (UU No. 2/1985)
dibahas pertama. Prosesnya agak lambat. Pemerintah mengusulkan
agar jumlah anggota MPR/DPR ditambah masing-masing dari 920
dan 460 menjadi 1.000 dan 500. Alasannya, karena penambahan
238
wilayah Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia dan juga semakin
bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Jumlah anggota ABRI yang
diangkat dari 75 menjadi 100 orang di DPR, dan seperlima anggota
lainnya di setiap DPRD. Fraksi PPPdan PDI tidak banyak berkutik atas
Alasannya, karena usul pemerintah karena suara mereka sedikit dan tekanan pemerintah
penambahan sangat besar. Di sisi lain, RUU mengenai Pemilu, pemerintah
wilayah Timor mengusulkan pelaksanaan pemilu yang dilaksanakan oleh “Lembaga
Timur ke dalam Pemilihan Umum” yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri mewajibkan
wilayah Indonesia parpol menyesuaikan diri dengan Pancasila dalam penggunaan symbol-
simbol dalam Pemilu ini menimbulkan perdebatan yang panas. Fraksi
dan juga semakin PPP terpecah karena isu tersebut. Banyak anggotanya menentang
bertambahnya perubahan tanda gambar Ka’bah menjadi Bintang karena berarti
jumlah penduduk mengaburkan identitasIslamnya. Ka’bah adalah symbol persatuan
Indonesia. kaum Muslimin yang menghadapkan wajahnya pada setiap shalat.
Mereka beranggapan tanpa memakai symbol Islam itu akan sangat
sulit bagi PPP memperoleh dukungan luas dari kaum Muslimin. Begitu
juga fraksi PPP tidak setuju hari pemungutan suara tidak libur karena
hal ini akan menguntungkan Golkar untuk memaksa para pegawai
negeri taat kepada loyalitas Korpri dan atasan birokrat untuk tetap
menyoblos Golkar. Hartono Mardjono, anggota F-PP, bersikeras agar
agenda pemungutan suara dan hasil-hasil suara di berbagai daerah/
tempat dapat diawasi. 239
Garisgaris Besar Haluan Negara mengamanatkan bahwa
untuk memantapkan stabilitas di bidang politik haruslah diusahakan
makin kokohnya persatuan dan kesatuan Nasional serta makin tegak
tumbuhnya kehidupan konstitusional, demokratis berdasarkan hukum
yang berlandaskan UUD 1945.
Dalam rangka pembangunan politik, maka sistem Politik Nasional
dalam mekanisme kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat
yang berazaskan Pancasila, sudah seharusnya semua komponen yang
mendukung sistem tersebut juga berazaskan Pancasila. Penyimpangan
238 Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi tentang Budaya Politik (Jakarta: LP3ES, 1992), 115
dan Sinar Harapan, 2 Juni 1984.
239 Angkatan Bersenjata, 20 November 1984.
dpr.go.id 378
Bab V.indd 378 11/21/19 18:19