Page 497 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 497
DPR MENGHAD API TANTANGAN NA SIONAL D AN
GL OB AL HINGGA MA S A AKHIR ORDE B AR U
1992 – 1998
itu. Bahkan, kata Adnan Buyung, Mohammad Roem yang tadinya
mendukung Soepomo pun lama-kelamaan telah menjadi demokrat
sejati. “Yang lucu, para penguasa, pemikir, maupun tokoh-tokoh yang
berkumpul di BP7 tetap memakai pikiran-pikiran kolot Soepomo
sebagai acuan bemegara. Ini sangat merusak persepsi bangsa kita
tentang Kedaulatan Rakyat,” kata Buyung. 356
Jadi sebenarnya komposisi anggota DPR ini sejatinya adalah
sistem partai tunggal, berdasarkan paket 5 Undang-Undang Politik
pada masa Orde Baru yaitu UU tentang (1) Pemilihan Umum; (2)
Susunan dan Kedudukan MPR/DPR; (3) Partai Politik dan Golkar; (4)
Referendum. dan; (5) Organisasi Kemasyarakatan.
Pemerintah tampaknya cenderung menempatkan DPR sebagai
Subordinasi Negara, atau sekurang-kurangnya partner pemerintah
dalam mencapai target ganda Negara Orde Baru: stabilitas politik dan
pertumbuhan ekonomi. Kecenderungan ini tidak hanya tercermin
di dalam pengaturan dan penataan terhadap DPR, melainkan juga
pengendalian Orsospol, kontrol terhadap proses dan pelaksanaan
pemilu serta rekrutmen tertutup atas calon-calon anggota legislative
(caleg) yang akan mengisi DPR.
Di dalam cetak politik Orde Baru, DPR bukanlah lembaga
politik yang otonom. Melalui berbagai instrument, DPR “diatur”
dan dikendalikan oleh Negara. Dalam soal anggaran misalnya,
DPR tidak memiliki hak keuangan yang otonom. Anggaran Dewan
disubordinasikan di bawah Sekretariat Negara, sehingga amat kecil
Di dalam cetak peluang bagi lembaga perwakilan rakyat ini untuk secara bebas
politik Orde Baru, merancang anggaran dan membiayai aktivitas serta kebutuhannya. Ini
DPR bukanlah berarti bahwa aktivitas politik dewan sangat tergantung dari negara,
sehingga relatif kecil pula peluang baginya untuk mengambil sikap
lembaga politik yang berbeda.
yang otonom. Kecenderungan untuk menempatkan DPR lebih sebagai
“mitra” negara ini tercermin pula di dalam struktur keanggotaan dan
mekanisme rekrutmen atas anggota dewan. Di luar anggota yang
dipilih, Presiden berwenang pula mengangkat 100 orang (20 persen)
anggota dari ABRI.
Sementara itu para anggota dewan yang dipilihpun, bukanlah
wakil-wakil rakyat dalam artian sesungguhnya. Calon ditentukan oleh
pengurus pusat organisasi sosial politik dan dikontrol oleh unsur-unsur
356 Majalah D&R, Edisi 980425-036/Hal. 51 Rubrik Liputan Khusus
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 497
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
Buku 4 Bab VII CETAK.indd 497 11/22/19 6:06 AM