Page 23 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 23
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Selain peristiwa-peristiwa di Hindia-Belanda, ide untuk berparlemen di
koloni itu juga mengemuka di negeri Belanda. Beberapa tahun menje-
lang Perang Dunia I pada 1914, pemerintah kolonial mulai menyadari
adanya kemungkinan serangan militer dari luar jika pecah perang. Me-
reka mulai berpikir perlu usaha menambah pasukan darat untuk mem-
pertahankan wilayah Hindia-Belanda yang luas. Selain, tentu, melin-
dungi warga Belanda yang ada di Hindia-Belanda.
Namun, penambahan pasukan berarti perlu anggaran dari Belanda. Ka-
rena itu, pada 1912 ada usulan untuk melakukan perekrutan milisi pribumi.
Persoalan ini dikenal dengan nama Indie Weerbaar (Pertahanan Hindia).
Gagasan ini sempat ditolak oleh Pemerintah Hindia-Belanda. Namun, ke-
tika Perang Dunia I meletus pada September 1914, pandangan pemerin-
tah kolonial berubah. Meskipun Belanda dan Hindia-Belanda tidak terlibat
langsung dalam Perang Dunia I, ancaman perang dirasakan oleh penduduk
Belanda di Hindia-Belanda. Terutama dari sekutu Jerman di Asia, Jepang.
Gagasan Indie Weerbaar kembali muncul. Organisasi pemuda Budi
Utomo, yang anggota-anggota cabangnya berasal dari kalangan orang
Jawa, banyak yang memutuskan untuk menjadi anggota tentara koloni-
al dan ikut mengkampanyekan pembentukan milisi tersebut.
Pengurus pusat Budi Utomo mengirim Komisaris Dwijosewoyo dan
Sastrowiyono melakukan perjalanan di Jawa, untuk berkampanye men-
dukung rencana tersebut.
Selain Budi Utomo, Sarekat Islam ikut mengkampanyekan Indie Weer-
baar dan mengakui pentingnya usulan ini. Sarekat Islam bahkan meng-
ajukan tuntutan yang lain, yaitu harus adanya perwakilan bumiputra
Mas Dwidjosuwojo, c. 1920 dalam Pemerintahan Hindia-Belanda.
(Sumber: KITLV 7268)
Dalam sebuah rapat Sarekat Islam di Surabaya, direncanakan sebuah
mosi mendukung milisi, tapi tidak terjadi. Mosi yang diusulkan oleh
Cokroaminoto justru dijadikan sebagai jaminan untuk membentuk
volks vertegenwoordiging atau perwakilan rakyat. Dengan kata lain,
Cokroaminoto menuntut pembentukan sebuah badan resmi di mana
rakyat Hindia-Belanda dapat menyatakan pendapat mereka dengan
bebas, sebelum membahas milisi pribumi.
Pada 1915, Budi Utomo mendukung tuntutan Sarekat Islam, sehingga
kampanye Indie Weerbaar berubah menjadi kampanye isu perwakilan
16