Page 25 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 25

SEABAD RAKYAT INDONESIA
           BERPARLEMEN





                                      Dwijosewoyo berpidato di berbagai kota di Belanda, membicarakan dua
                                      isu utama yang menjadi dasar keberangkatan delegasi Hindia-Belanda
                                      itu, yaitu soal milisi dan parlemen. Ia menegaskan bahwa keberadaan
                                      sebuah perwakilan rakyat yang berkekuatan legislatif merupakan tun-
                                      tutan yang mendesak di Hindia-Belanda saat itu.


                                      Dan persoalan milisi sesungguhnya tidaklah penting dan bukan sasar-
                                      an pokok yang ingin dicapai delegasi. Tujuan rakyat pribumi melalui
                                      perwakilan  ini  sebenarnya  adalah  munculnya  perundang-undangan
                                      yang dapat menjamin terbentuknya parlemen sendiri.


                                      Gubernur  Jenderal  Hindia-Belanda  pun  sangat  memperhatikan  per-
                                      soalan ini. Hal ini diperlihatkan dalam surat-suratnya yang ditujukan
                                      kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan, supaya penyelesaian terhadap
                                      persoalan perundang-undangan itu dapat dilakukan dengan cepat. Su-
                                      rat-menyurat tersebut berlangsung sejak Juli hingga undang-undang
                                      tersebut akhirnya disahkan pada Desember 1916.

                                      Pembahasan  mengenai  perundang-undangan  untuk  pembentukan
                                      parlemen di Hindia-Belanda sebenarnya sudah dibicarakan pada peri-
                                      ode sebelumnya. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari pemberian
                                      otonomi kepada Hindia-Belanda. Salah satu bentuk pelaksanaan dan
                                      pemberian otonomi itu adalah persiapan mendirikan Dewan Rakyat.


                                      Pada 1907, Menteri Urusan Koloni Dirk Fock (1858-1941) mengusulkan
                                      perluasan Dewan Hindia. Pada 1913, pengganti Fock, Jan Hendrik de
                                      Waal  Malefijt,  mengusulkan  pendirian  suatu  Koloniale  Raad  (Dewan
                                      Kolonial) yang beranggotakan 29 orang. Di antara anggota Dewan Ko-
                                      lonial terdapat anggota Dewan Hindia. Sebelas anggota yang dipilih
                                      oleh Dewan Lokal sebagian mewakili kepentingan Belanda, sementara
                                      sebagian lain diangkat untuk membela kepentingan pribumi.


                                      Nama Koloniale Raad (Dewan Kolonial) tidak dapat diterima oleh kaum
                                      pergerakan, sehingga yang digunakan adalah nama Volksraad (Dewan
                                      Rakyat).  Berdasarkan  amendemen  dari  Dirk  Fock  dan  kawan-kawan
                                      pada 20 September 1916, nama “Koloniale Raad” diganti dengan “Volk-
                                      sraad voor Nederlandsch-Indie” yang terdapat dalam Pasal 131. Perihal
                                      penggantian nama Koloniale Raad menjadi Volksraad juga dibahas da-
                                      lam rapat Tweede Kamer pada 3 Oktober 1916.


                                      Sementara itu, dalam Pasal 132 disebutkan bahwa anggota Koloniale
                                      Raad,  yang  kemudian  menjadi  Volksraad,  terdiri  atas  sekurang-




           18
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30