Page 251 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 251
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Partai-partai baru tanpa dukungan organisasi keagamaan besar di
Indonesia, seperti dapat terlihat pada Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB),
dan satu-dua partai lainnya, membutuhkan waktu lama untuk dapat
membangun struktur dan koneksitas dengan publik. Dapat ditebak,
partai-partai ini kemudian berguguran, dan segera menyusut menjadi
hanya 48 partai setelah melalui verifikasi KPU.
Pemilu pertama di era reformasi dilaksanakan pada 7 Juni 1999, dan
pada akhirnya menghasilkan 21 partai politik yang berhasil memenuhi
kursi di DPR. Dari 21 partai politik itu ada enam yang perolehan suaranya
melebihi dua persen dari ambang batas electoral threshold. Ini adalah
ketentuan bagi partai politik untuk dapat berpar-
tisipasi kembali dalam pemilu selanjutnya, tanpa
harus mengubah nama dan mendaftar ulang.
Pemilu 1999 ini Keenam partai politik itu ialah PDIP, yang mem-
juga pada akhirnya peroleh 154 kursi di DPR atau 30,80 persen dari
total suara; Golkar, yang memperoleh 120 kursi
mengawali semangat atau 24 persen dari total suara; PPP, yang mem-
lama yang kembali peroleh 59 kursi atau 11,80 persen suara; Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), yang memperoleh
menyeruak setelah 51 kursi atau 10,20 persen; Partai Amanat Nasi-
dilangsungkannya onal (PAN), yang memperoleh 35 kursi (7 per-
sen); serta Partai Bulan Bintang (PBB), dengan
pemilu pada 1955, 13 kursi atau 2,60 persen.
yakni munculnya Pemilu 1999 ini juga pada akhirnya mengawali
polarisasi politik yang semangat lama yang kembali menyeruak sete-
bertumpu pada suasana lah dilangsungkannya pemilu pada 1955, yakni
keagamaan dan suku. munculnya polarisasi politik yang bertumpu
pada suasana keagamaan dan suku. Suatu hal
yang sempat tertutup pada masa Orde Baru
melalui penyederhanaan sistem kepartaian.
Dalam pelaksanaannya pada masa reformasi,
lembaga legislasi mengalami kemajuan, baik dari tingkat kekritisannya
maupun hasil-hasil luarannya, baik MPR maupun DPR. Kiprah MPR,
misalnya, bisa dilihat saat mengamendemen UUD 1945. Tak dapat di-
mungkiri UUD tersebut pada masa Orde Baru adalah hal yang sakral
dan tabu untuk diganggu gugat. Namun, MPR pada masa tersebut me-
ngeluarkan dua kali perubahan isi Batang Tubuh UUD 1945.
244