Page 72 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 72
DARI VOLKSRAAD
KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT (1917-1949)
isinya “menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya
partai-partai itu, dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran pa-
ham yang ada dalam masyarakat” .
Manuver selanjutnya dari kelompok Syahrir untuk merealisasikan Ke-
putusan Guntur 23 melalui BP adalah Pengumuman Badan Pekerja No.
5 yang dikeluarkan 11 November 1945. Pengumuman ini berisi usul BP
tentang pertanggungjawaban menteri kepada DPR.
Pertimbangan yang diajukan BP atas usulnya adalah dengan diubah-
nya Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 tentang KNIP, yang semula
pembantu Presiden menjadi badan legislatif.
Dalam pertemuan di rumah Hatta, Wakil Presiden Hatta dapat mene-
rima usul BP, sementara Syahrir ditunjuk untuk membentuk kabinet
baru. Kabinet baru yang disebut Dewan Menteri diumumkan pada 14
November 1945, tiga hari setelah dikeluarkannya usul BP mengenai
pertanggungjawaban menteri kepada DPR.
Kabinet Syahrir ini jelas menyalahi UUD 1945, di mana para menteri
hanya dapat diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menurut Pasal
17 dari UUD 1945, setiap menteri bertanggung jawab kepada Presiden,
sedangkan Kabinet Syahrir bertanggung jawab kepada KNIP. Namun,
Kabinet Syahrir dianggap sah dengan alasan “convention” atau kebia-
saan, yang menurut sebagian ahli secara politis pada waktu itu dapat
saja dibenarkan oleh suasana darurat revolusioner.
Walaupun Maklumat No. X memungkinkan KNIP menjalankan semua
kekuasaan legislatif dari MPR dan DPR, namun BP yang merupakan
pelaksana sehari-hari KNIP, sesuai dengan penjelasannya tanggal
20 Oktober 1945 hanya akan menjalankan sebagian dari Pasal 3 dari
UUD 1945 yang berhubungan dengan GBHN. Dari ketiga fungsi yang
dipunyai DPR, hanya yang menyangkut fungsi bersama-sama peme-
rintah membentuk UU. Jika dijabarkan, kewajiban BP hanya terbatas
pada:
1. Bersama-sama Presiden menetapkan GBHN.
2. Berinisiatif mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan
bersama-sama Presiden menetapkan undang-undang tersebut.
3. Mengadakan amendemen terhadap RUU yang diajukan pemerintah
dan bersama-sama Presiden menetapkan undang-undang tersebut.
dpr.go.id 65