Page 11 - MAJALAH 93
P. 11
LAPORAN UTAMA
Dr Asmawi Rewansyah (kiri) Pakar Administrasi Negara STLAN saat diwawancarai oleh tim parle (kanan)
bersangkutan akan mengundurkan provinsi, pemerintah provinsi dengan (KASN), untuk menilai pejabat. Nah
diri bahwa tidak jarang ada yang sam- kabupaten/kota,” jelasnya. selama ini kan tugas itu yang menilai
pai bunuh diri. Apalagi sekarang, ungkapnya, Depdagri, makanya “mereka” (Dep-
“Coba lihat di negara kita ini, bukan mengenai pengertian otonomi daerah dagri-red) tidak mau,” ujarnya.
budaya malu yang dibangun, tetapi itu, seolah antara provinsi dan kabu- Terkait masalah budaya kerja di
budaya malu-maluin. Seperti sudah paten tidak ada hubungan, “Padahal kalangan birokrasi, Asmawi yang saat
masuk penjara masih saja ngotot ti- tidak seperti itu,” ujarnya. ini menjadi staff pengajar di STIA-LAN,
dak melakukan kesalahan dan tidak Ketika disinggung soal keterlam- menilai masalah yang dihadapi sela-
mau meletakan jabatannya. Kondisi batan pembahasan RUU ASN, dimana ma ini adalah budaya malas-malasan
inilah yang mendasari mengapa kita DPR beranggapan bahwa pemerin- dan perilaku kerja pegawai negeri di
harus punya UU yang mengatur soal tah belum siap untuk membahas UU Indonesia kurang dipertanggungja-
etika pemerintahan,” ujarnya. tersebut, Asmawi yang merupakan wabkan.
Yang tak kalah penting juga soal salah satu penyusun draft RUU ASN itu Keadaan ini, kata dia, berkaitan
perlunya UU tata hubungan antara menilai keterlambatan pembahasan dengan banyak aspek, diantaranya
pemerintah pusat, provinsi, kabu- RUU ASN, menurut dia karena terjadi seperti posisi rakyat yang lebih ren-
paten/kota. Hal ini kata Asmawi juga perbedaan pendapat di pemerintah dah dalam proses penyelenggaraan
mendesak apalagi aturan ini dipe- itu sendiri. pemerintahan, lembaga pemerin-
rintahkan oleh UUD 1945, “Perlu ada “Dalam ASN itu nantinya golo- tahan yang tumpang tindih sehingga
pengaturan hubungan dan kewena- ngan-golongan tertentu akan dimin- sulit dipisahkan kedudukan dan we-
ngan antara pemerintah pusat dengan ta oleh Komisi Aparatur Sipil Negara wenang antar instansi, prosedur kerja
yang berbelit-belit dan panjang serta
sumber daya aparatur yang kurang
profesional dan kurang bermoral.
“Keadaan ini satu sama lain tercermin
pada adanya formalisme dan simbol-
isme dalam birokrasi pemerintahan,”
ujarnya.
Ia menegaskan bahwa reformasi
birokrasi harus dijadikan upaya untuk
menata kembali, menyempurnakan
dan atau memperbaiki sistem pe-
nyelenggaraan pemerintahan yang
dijalankan oleh pegawai negeri.
“PNS adalah sebagai abdi negara
dan abdi masyarakat serta suri tau-
ladan bagi setiap warga bangsa dalam
menjalani kehidupan sehari-hari,”
tutupnya.(*)
Dr Asmawi Rewansyah
1 | PARLEMENTARIA | Edisi 93 TH. XLII, 2012 |