Page 189 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
P. 189

oleh  sekelompok  marga  di Desa  tersebut. Marga  yang  menempati
          Desa Bokonusan ini diantaranya adalah Marga Doky, Marga Buitlena,
          Marga  Beeh,  Marga  Ay,  Marga  Balle,  Marga  Laitabun,  Marga  Otta,
          Marga Kedoh, Marga Manafe, Marga Tausbele, Marga Laikingis, dan
          Marga Lasi Laikopan. Menurut pandangan masyarakat Pulau Semau,
          tanah marga merupakan  sebidang atau lebih  tanah dengan luasan
          tertentu yang diperoleh dan dikuasai oleh sekelompok marga melalui
          sebuah pelepasan hak dan atas dasar persetujuan kepala marga serta
          anggota keluarga dari Marga tersebut. Semaikin meningkatnya daya
          tarik wisata di Pulau Semau menjadikan nilai tanah di daerah tersebut
          semakin  meningkat,  sehingga  banyak  masyarakat  bahkan  investor
          berminat  untuk  memiliki  aset  berupa  tanah di  daerah  tersebut
          khususnya Desa Bokonusan itu sendiri. Namun, memiliki tanah di
          daerah yang sebagian besar merupakan tanah marga tidaklah mudah.
          Hal tersebut dikarenakan kepemilikan tanah di Desa Bokonusan pada
          khususnya haruslah melalui kepala marga dan mendapat persetujuan
          lebih lanjut dari anggota keluarga pada marga tersebut. Tidak jarang
          juga terdapat anggota keluarga yang tidak setuju terhadap keputusan
          kepala marga karena merasa masih memiliki hak pada tanah tersebut.
          Seiring  meningkatnya kebutuhan masyarakat  terhadap  tanah
          dan  pembatasan  kepemilikan  tanah  secara  pribadi  tanpa  adanya
          persetujuan langsung kepala marga beserta seluruh anggota keluarga
          tersebut menjadi penyebab utama terjadinya sengketa tanah Marga
          di Desa Bokonusan. Selain masalah perbedaan pendapat di internal
          keluarga, sengketa tanah marga juga dapat disebabkan oleh marga lain
          yang mengklaim secara sepihak kepemilikan atas tanahnya. Tanah yang
          disengketakan tidaklah hanya segelintir tanah saja melainkan sampai
          mencangkup  satu  dusun  yang  luasnya  rata-rata  mencapai  kurang
          lebih 175 Hektare yang mengakibatkan perbuatan hukum diatas tanah
          tersebut tidak dapat dilakukan karena masih berstatus sebagai tanah
          sengketa. Hal tersebut sangatlah disayangkan mengingat daya tarik
          wisata di Pulau Semau sendiri sudah kian berkembang yang apabila
          dimanfaatkan dengan baik terkait pengelolaan tanahnya tentu dapat



          174   Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
                untuk Mewujudkan Suistainable Development Goals
   184   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194