Page 35 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
P. 35
industri di bidang energi terbarukan. Objek yang dipilih adalah
perkotaan-perkotaan yang terpapar langsung dengan aktivitas
industri, sehingga peran tata ruang wilayah sangat berpengaruh
dalam percobaan tersebut (Qiu et al., 2024). Namun, terdapat
keterbatasan ruang lingkup yang hanya fokus pada kawasan perkotaan
membuat industri yang berada di daerah tidak teruji (Makrickas et
al., 2023). Dengan demikian, pelaksanaan kota percobaan dapat
diimplementasikan di Indonesia, tetapi lebih luas ruang lingkupnya
pada wilayah objek industri yang memang banyak menghasilkan
emisi karbon baik di kota maupun daerah.
Kedua, adanya kekosongan hukum pada tataran peraturan
pelaksana di Kementerian ATR/BPN yang mengatur hal-hal
yang bersifat teknis sebagai pedoman institusional pelaksanaan
kewenangan terkait perdagangan karbon. Ketiga, terkait faktor
efektivitas dari pelaksanaan kebijakan dan peran Kementerian
ATR/BPN terhadap pelaksanaan perdagangan karbon. Keempat,
mengetahui rekomendasi model kebijakan carbon trading bagi
Kementerian ATR/BPN. Banyaknya legal gap sebagaimana di atas,
penelitian ini bertujuan memberikan Gambaran model kebijakan
yang dapat bermanfaat bagi pembuat kebijakan untuk memetakan
permasalahan dan solusi hukum terhadap rencana pelaksanaan
program perdagangan karbon di Kementerian ATR/BPN. Dalam hal
ini, masih diperlukan adanya kesiapan dari pemerintah baik pusat
maupun daerah dalam menciptakan kebijakan dan mekanisme
perdagangan karbon yang efektif dan efisien guna mengakselerasi
aktivitas pasar karbon di Indonesia.
KONTRIBUSI KEMENTERIAN ATR/BPN DALAM CARBON TRADING
Praktik kesewenang-wenangan (detournement de pouvoir)
dalam pelaksanaan peran dan fungsi pemerintah dilarang oleh
undang-undang, bahkan segala kebijakan harus didasarkan pada
kewenangan yang diberikan oleh negara (Hoeft and Mill, 2024).
Unsur penyalahgunaan kewenangan didasarkan pada larangan untuk
20 Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
untuk Mewujudkan Suistainable Development Goals