Page 12 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 12

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               kelembagaan kolonial tidak semuanya semata mencerminkan kepen-
               tingan kolonial. Pandangan yang mandiri dan bahkan kritis terhadap
               kebijakan kolonial juga bermunculan baik dalam bentuk laporan resmi
               seperti laporan J.T.L. Rhemrev tentang keadaan kuli di Sumatra Timur
               yang menggemparkan birokrasi kolonial maupun dalam bentuk novel
               seperti Max Havelaar karya Multatuli alias Eduard Douwes Dekker yang
               menceritakan pengamatannya semasa menjadi Asisten Residen Lebak.

                   Kritik terhadap tatanan dan praktek agraria di masa kolonial tentu
               tidak hanya datang dari dalam birokrasi kolonial sendiri. Sejak paruh
               kedua abad kesembilanbelas gelombang protes dan pemberontakan
               petani melanda seluruh Jawa dan beberapa tempat di Sumatra, Kaliman-
               tan dan Sulawesi. Tinjauan umum terhadap gerakan protes ini mem-
               perlihatkan bahwa akar masalahnya ada pada kondisi sosial yang tidak
               menguntungkan serta penindasan dan penghisapan yang melampaui
               batas dari para pemegang kuasa (Kartodirdjo 1972: 123). Sayangnya kajian
               mengenai ideologi dan politik–termasuk kritik terhadap tatanan dan
               praktek kolonial–dari gerakan protes ini masih sangat terbatas. Kajian
               yang ada cenderung lebih sibuk memberi label dan menggunakan kate-
               gori yang sebenarnya asing bagi gerakan itu sendiri, seperti ‘gerakan
               milenarian’, dan tidak memperhatikan artikulasi dari gerakan itu dengan
               saksama. Gelombang protes petani ini masuk cukup jauh ke awal abad
               keduapuluh tapi menariknya tidak menjadi bagian penting dari gerakan
               nasionalis seperti halnya gerakan serikat buruh (Ingleson 1986, Shiraishi
               1990). Mungkin hal ini ada kaitannya dengan watak perkotaan dari
               gerakan nasionalis sendiri, yang dipimpin terutama oleh kaum terpelajar
               dan pekerja. Masalah agraria acap kali dibahas dalam pers pergerakan
               terutama dalam bentuk kritik terhadap kekuasaan perkebunan atau prak-
               tek kolonial yang dianggap merugikan rakyat, tapi kajian kritis yang lebih
               sistematis memang sangat terbatas (White 2008). Baru setelah kemer-
               dekaan muncul kajian yang lebih mendalam dengan bahan-bahan yang
               memadai seperti dua jilid Masalah Agraria Sebagai Masalah Peng-
               hidupan dan Kemakmuran Rakjat Indonesia karya M. Tauchid, tokoh Par-
               tai Sosialis dan Barisan Tani Indonesia (BTI).

                   Kajian akademik mengenai masalah agraria sampai waktu cukup
                                                                          3
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17