Page 17 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 17
Hilmar Farid, dkk.
sama. Dengan kata lain istilah dibuat dan digunakan bukan untuk
memahami dan membantu kehidupan sosial secara menyeluruh tapi
justru untuk membelah dan mengatur demi kepentingan kapital dan
birokrasi. Dalam perkembangan selanjutnya terjadi apa yang oleh Michel
Foucault disebut sebagai truth-effect: sesuatu yang dianggap benar
kemudian menjadi kenyataan dan memberi struktur pada pemikiran
dan tindakan sosial. Hal ini yang kiranya menjelaskan mengapa fokus
kajian agraria masih terikat pada masalah hukum dan ekonomi seperti
yang diuraikan di atas.
Sebagian ahli menawarkan jalan keluar dari masalah itu dengan
menggunakan istilah lain seperti ‘sumber daya alam’ yang dianggap men-
cakup berbagai praktek dari masyarakat ‘agraris’. Dalam Tap MPR IX/
MPR/2001 istilah agraria dan sumber daya alam dipakai berdampingan,
walau yang pertama dianggap merupakan bagian dari yang kedua. Tapi
strategi yang lebih tepat karena alasan praktis dan juga substansial adalah
merumuskan ulang makna dari istilah yang sudah diterima umum. Pem-
baruan agraria hendaknya dimulai dengan kritik terhadap pengertian
dominan yang selama ini mengikat dan mengekang usaha pembaruan
itu sendiri. Pembatasan pengertian yang diwariskan oleh penguasa
kolonial dan diadopsi oleh penguasa Orde Baru sudah semestinya
ditinggalkan. Hanya dengan begitu imajinasi tentang pembaruan yang
lebih inklusif bisa berkembang. Dalam konteks ini patut dipertim-
bangkan rumusan ulang dari David Ludden, ahli sejarah agraria Asia
Selatan, bahwa tatanan agraria adalah “social organisation of physical
powers to produce organic materials for human use.” (Ludden 1999: 18).
Kegiatan yang mencakup ‘agraria’ tidak terbatas pada pengolahan tanah
seperti ladang dan sawah tapi termasuk berternak, menangkap ikan,
menggembala, memanen hutan, dan produksi alat kerja yang terkait.
Semua hal ini juga tidak dapat dipisahkan dari sistem sosial dan keper-
cayaan yang berperan penting dalam kelangsungan praktek-praktek
tersebut. Dalam banyak komunitas hal-hal ini jauh lebih penting dari
hukum negara yang mengatur kegiatan mereka. Fokus kajian dengan
begitu terarah pada manusia yang konkret dan saling-hubungannya
dengan manusia lain dan tanah tempatnya berpijak. Ludden kemudian
8